Myanmar Tolak Tutup Penjara yang Tewaskan Ribuan Napi
- U-Report
VIVA.co.id – Pemerintah Myanmar menolak permintaan parlemen untuk menutup kamp tenaga kerja yang terkenal di negara itu. Kamp tersebut rencananya akan ditutup untuk selamanya karena dianggap melakukan pelanggaran hak asasi terhadap tahanan.
Diberitakan oleh Anadolu Agency, Rabu, 14 Desember 2016, lebih dari 5.000 tahanan meninggal di pusat penahanan nasional yang penuh sesak itu. Angka tersebut merujuk pada perhitungan pemerintah sejak pertama kali kamp dibuka, sekitar tahun1978. Para tahanan di kamp itu bekerja sebagai pemecah batu dan mengembangbiakan ternak.
Di hari yang sama, Wakil Menteri Dalam Negeri Mayor Jenderal Aung Soe menolak permintaan Myint Lwin, anggota parlemen, kamp-kamp Yebet harus ditutup sebagai penjara negara itu. Alasan parlemen ingin menutupnya karena penjara-penjara Yebet sangat memprihatinkan. Para tahanan tidak terawat dan kondisi penjara penuh sesak.
Aung Soe membantah pernyataan Lwin dengan menyebut sebanyak 46 penjara Myanmar sanggup menampung 44.411 narapidana, meski jumlah tahanan telah mencapai 74.893.
Saat ini 58.000 narapidana menjadi pelayan di 46 penjara, sementara sekitar 15.000 narapidana melayani di kamp-kamp. Ia juga menambahkan semua tahanan diperlakukan sesuai dengan aturan dan tata cara yang berlaku.
Sementara itu, Myint Lwin mengatakan bahwa kamp tersebut harus dihapuskan karena menganiaya tahanan. Menurut pemerintah, saat ini ada 48 kamp kerja paksa di bawah departemen penahanan. "Pemerintah harus menutup semua pusat manufaktur yang digunakan untuk menghukum tahanan dengan cara melanggar hukum yang ada," katanya melalui telepon kepada Anadolu Agency.
Kamp-kamp pertama kali diperkenalkan pada tahun 1978, tetapi dengan lebih dari 4.000 tahanan mati antara tahun 1978 dan 2004, junta militer kemudian memutuskan untuk membubarkan 36 dari 83 kamp kerja dan mengubah nama 29 di antaranya menjadi Pusat Pelatihan Bisnis Ranching dan Pertanian, 18 lainnya diberi nama Pusat Industri.
Antara Mei 2004 dan Agustus 2014, lebih dari 1.100 narapidana meninggal. Pada 2015, pemerintah sipil kuasi Thein Sein berganti nama menjadi kamp Pusat Pelatihan Karir Pertanian dan Peternakan, dan Pusat Manufaktur. Dari 48 kamp yang ada saat ini, 30 kamp melatih tahanannya bekerja di perkebunan yang dijalankan oleh Departemen Pemasyarakatan atau di perkebunan swasta dan peternakan lokal.
Menurut laporan Assistance Association yang berbasis di Thailand untuk Tahanan Politik, sebagian besar kamp-kamp yang terletak di negara bagian Mon, dekat perbatasan Myanmar dan Thailand, tidak memiliki rumah sakit penjara atau klinik, dan setidaknya ada 12 kamp tidak memiliki dokter penjara.
Pada penolakannya, Aung Soe menggarisbawahi bahwa tidak ada yang tidak manusiawi saat mengobati narapidana yang menjadi pelayan di kamp-kamp.