Buang-buang Duit, Trump Batalkan Pesanan 'Air Force One'
- www.whitehousemuseum.org
VIVA.co.id – Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump, ingin membatalkan pembuatan dua unit pesawat kepresidenan Air Force One berkode Boeing 747-8. Masing-masing akan dipakai oleh presiden dan wakil presiden negara adidaya tersebut.
Hal ini karena anggaran yang dikeluarkan negara di luar kewajaran, yakni sebesar US$4 miliar atau Rp53,4 triliun, hanya untuk membangun salah satu simbol kedigdayaan AS itu.
"Saya mengapresiasi Boeing yang sedang membangun 747-8 Air Force One baru. Tetapi biaya yang dikeluarkan negara di luar kendali. Saya ingin Boeing membuat banyak uang dan bukan menghambur-hamburkan. Jadi, saya putuskan untuk membatalkan pesanan," kata Trump, seperti dikutip situs Reuters, Rabu, 7 Desember 2016.
Pembangunan dua pesawat kepresidenan diumumkan oleh Presiden Barack Obama pada Januari 2015. Pesawat baru ini diklaim bisa terbang langsung dari Washington DC ke Hong Kong, atau berjarak 1.000 mil (1.600 kilometer) lebih jauh dari Air Force One sekarang.
Mereka juga dirancang untuk menjadi 'Gedung Putih di Udara' alias mampu terbang terus-menerus jika sewaktu-waktu terjadi insiden paling buruk seperti perang nuklir. Taipan New York ini telah bersumpah untuk menggunakan keterampilannya sebagai pengusaha untuk membuat penawaran yang baik dan bermanfaat bagi seluruh wajib pajak AS.
Pada kesempatan terpisah, CEO Boeing, Dennis Muilenburg, mengaku kalau perusahaannya belum menerima uang pengganti terkait usulan Trump. "Yang pasti, kami terikat kontrak senilai US$170 juta (Rp2,3 triliun) untuk melayani kebutuhan Presiden Amerika Serikat," kata dia.
Menanggapi pernyataan Trump, Muilenburg menyatakan bahwa dirinya dan Presiden AS ke-45 itu sudah melakukan dialog yang konstruktif. Meski begitu, ia hanya bilang kalau biaya pembuatan pesawat baru ini bisa diturunkan jika Angkatan Udara AS mengubah persyaratan dan 'masalah' selesai.
Boeing telah dipercaya pemerintah AS membangun pesawat kepresidenan sejak 1943. Pesawat baru ini sejatinya belum dibangun untuk mengganti dua Air Force One sebelumnya. Menurut rencana, jika jadi dibangun maka pesawat tercanggih tersebut akan melayani Presiden dan Wakil Presiden AS pada 2024.