Presiden Israel Tak Setuju Larangan Azan dengan Toa
- Reuters
VIVA.co.id – Presiden Israel, Reuven Rivlin, akhirnya buka suara mengenai rancangan undang-undang kontroversial, yang melarang seluruh masjid menggunakan pengeras suara saat azan. Ia menilai aturan baru yang didukung oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu itu tidak perlu disahkan.
"Saya berfikir bahwa akan memalukan jika hukum yang dilahirkan menyentuh isu kebebasan beragama dari agama tertentu di negara kita tercinta ini," kata Rivlin, seperti dikutip situs Arabnews, Rabu, 30 November 2016.
Rivlin, pada Selasa lalu, menjadi tuan rumah dalam pertemuan dengan para pemimpin agama di kediamannya di Yerusalem. Ia berusaha untuk menjembatani kesenjangan atas masalah yang dihadapi umat Muslim Israel.
Sementara Juru Bicara Kepresidenan Israel, Naomi Toledano Kandel, mengungkapkan pihaknya percaya bahwa aturan yang sudah ada sebelumnya bisa menjawab masalah yang timbul saat ini. "Oleh karena itulah, dialog antarumat beragama perlu ditingkatkan," ujar Kandel.
Sebelumnya, pada pekan lalu, saat melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, Rivlin menilai bahwa inisiatif legislatif Israel berkaitan dengan azan akan 'dipertimbangkan dengan matang sebagaimana setiap masalah kebebasan berbicara dan agama seharusnya diberlakukan dengan sensitivitas'.
RUU ini memicu kemarahan umat Muslim dunia. Rencananya, RUU diserahkan sekaligus disahkan Parlemen Israel (Knesset), pada Rabu ini.
Anggota Parlemen Arab Israel, Ahmed Tibi, telah bersumpah untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kehakiman jika sirene Shabbat dikecualikan dari ruang lingkup RUU.
Sebab, hal itu membedakan antara penganut Yahudi dan kaum Muslim. UU pelarangan azan tersebut akan berlaku untuk Masjid Arab di timur Yerusalem yang dicaplok zionis serta yang ada di sekitarnya.
Namun, Masjidil Al-Aqsha yang sangat sensitif – tempat suci ketiga umat Islam – akan dibebaskan dari ketentuan aturan tersebut.
Pendukung utama RUU, Motti Yogev dari Partai Sayap Kanan Zionis, Jewish Home, mengatakan aturan ini diperlukan untuk menghindari gangguan sehari-hari bagi kehidupan ratusan ribu warga Yahudi di pemukiman yang berdiri di Tanah Palestina.
Dia juga mengatakan bahwa para muadzin menyalahgunakan fungsi mereka untuk melakukan perlawanan terhadap pendudukan Israel.
Â
(ren)