Kunjungi Pakistan, Inggris Sentil Konflik Kashmir

Penasihat Luar Negeri Pakistan Sartaj Aziz dan Menteri Luar Negeri Inggris Boris.
Sumber :
  • REUTERS/Aamir Qureshi/Pool

VIVA.co.id – Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson mendesak diakhirinya perselisihan lama antara India dan Pakistan atas wilayah Kashmir. Ia menyerukan keberlanjutan proses damai yang sempat terhenti untuk menemukan jalan keluar permanen demi berakhirnya sengketa wilayah yang berlangsung selama beberapa dekade.

Pengadilan Domestik Akan Tentukan Sikap Inggris atas Perintah ICC untuk Tangkap Netanyahu

"Kami sangat prihatin atas insiden yang sedang menimpa kedua negara yang berada di wilayah perbatasan (garis kontrol/line of control). Kami menyerukan agar kekerasan tersebut dihentikan dan melihat masa depan dengan mengangkat potensi bisnis yang luar biasa dari Kashmir," kata Johnson, seperti dikutip situs Anadolu Agency, Jumat, 25 November 2016.

Dalam kunjungan resmi pertamanya ke Islamabad, Pakistan, Johnson mengatakan pihaknya ingin meningkatkan hubungan bisnis dengan Pakistan yang belum sepenuhnya digarap maksimal.

Menteri Rosan Pastikan Gerak Cepat Realisasikan Komitmen Investasi US$8,5 Miliar dari 10 Perusahaan Inggris

Padahal, lanjut mantan Wali Kota London itu, Pakistan berpotensi mengambil keuntungan dari perdagangan tahunan dengan Inggris hingga 2,5 juta poundsterling atau sekitar US$3,1 juta (Rp4,2 miliar).

Sementara, Penasihat Luar Negeri Pakistan, Sartaj Aziz, mengaku pelanggaran hak asasi manusia kerap terjadi di wilayah Kashmir India, di mana lebih dari 100 warga sipil tewas akibat bentrokan.

Momen Lucu Presiden Prabowo dan Wakil PM Inggris saat Bahas 'Kucing'

Seperti diketahui, dua negara serumpun ini telah lama terlibat konflik terbuka sejak merdeka pada 1947. Kashmir merupakan wilayah yang dihuni mayoritas Muslim namun diklaim oleh dua negara kekuatan regional ini sebagai wilayah mereka hingga saat ini.

Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy

Menlu Inggris Blak-blakan Sebut Israel sebagai Kekuatan Penjajah

Menteri Luar Negeri Inggris menyebutkan bahwa Israel memiliki kewajiban hukum sebagai kekuatan penjajah, dan Tel Aviv bertanggung jawab atas kewajiban tersebut.

img_title
VIVA.co.id
28 November 2024