Kereta Anjlok di India Diperkirakan Angkut 2.000 Orang
- REUTERS/Jitendra Prakash
VIVA.co.id – Jumlah korban tewas akibat kecelakaan kereta yang terjadi di Uttar Pradesh, India, meningkat menjadi 146 orang. Jumlah tersebut meningkat pada Minggu malam, setelah petugas berhasil mengangkat sebagian gerbong yang anjlok.
Petugas penyelamat berharap masih bisa menemukan korban yang hidup di antara belasan orang yang terjebak di dalam tujuh gerbong yang anjlok dan terguling.
"Angka korban yang sebenarnya masih terus bisa bertambah, dan akan sangat sulit untuk melakukan identifikasi karena banyaknya jasad yang saling terpisah dengan kondisi sangat buruk," ujar seorang petugas, seperti diberitakan oleh Telegraph, Senin, 22 November 2016.
"Kami tak punya gambaran jelas soal jumlah korban yang luka saat ini. Upaya penyelamatan masih terus kami lakukan," ujar Kepala Polisi Zaki Ahmad.
Lebih dari 2.000 orang diduga berada dalam kereta tersebut saat kecelakaan terjadi. Mereka diduga menumpang kereta tanpa kursi atau bahkan tanpa tiket. Penumpang seperti ini membuat estimasi jumlah korban mengalami kesulitan.
"Sangat sulit mengatakan berapa banyak orang yang sesungguhnya berada dalam kereta tersebut. Namun diperkirakan mereka berjumlah lebih dari 2.000 orang," ujar seorang juru bicara perusahaan pengelola kereta api.
Petugas layanan darurat yang dibantu anjing pelacak melakukan pencarian di setiap gerbong yang sebagian sudah rusak berat. Mereka berusaha menemukan korban yang mungkin masih hidup tapi masih terjebak di dalam gerbong.
Bencana tersebut terjadi di musim puncak pernikahan di India. Petugas memperkirakan sebuah pesta pernikahan sempat diadakan di salah satu gerbong. Media setempat memberitakan penemuan pakaian nikah, perhiasan, dan kartu undangan terlihat tercecer dari sebuah tas yang tak jelas siapa pemiliknya.
India termasuk negara dengan layanan kereta api terburuk di dunia. Sebuah laporan pemerintah yang disampaikan pada tahun 2012 menyebutkan, setiap tahunnya sekitar 15.000 orang tewas akibat kecelakaan kereta di negara tersebut. Mereka menggambarkan hilangnya nyawa akibat kecelakaan kereta tersebut seperti sebuah "pembunuhan massal." (ase)