Di Albania, Beda Agama Bukan Masalah
- REUTERS/Osservatore Roman
VIVA.co.id – Albania telah lama dipandang sebagai tempat yang mencerminkan toleransi agama dan keharmonisan. Kristen dan Muslim di negara tersebut hidup damai berdampingan.
Tahun 2014, Paus Fransiskus memuji negeri kecil yang terletak di semenanjung Balkan tersebut terkait toleransi agamanya yang terkenal. Paus mengatakan, toleransi agama ini semestinya menjadi contoh bagi dunia. Dikutip dari BBC, agama yang paling banyak dianut di Albania adalah Islam dan Kristen, dengan jumlah Muslim lebih dari setengah jumlah populasi penduduk. Gereja-gereja dan masjid-masjid sering kali terlihat di ruas jalanan yang sama dan pernikahan antaragama diterima secara luas di sini.
Mengacu pada era tahun 1944 sampai 1992, saat Albania berada di bawah rezim komunis ketat diktator Enver Hoxha, Albania menjadi negara yang terisolasi total. Hoxa sama sekali tidak memberikan akses bagi dunia luar untuk masuk ke Albania. Tahun 1967, Hoxha memperkuat kekuasannya terhadap Albania dan bahkan menyatakan jika Albania adalah negara ateis pertama di dunia.
Selama waktu itu, gereja-gereja dan masjid-masjid disita oleh militer, dirusak, atau dijadikan bioskop atau ruang dansa. Para anggota kependetaan dicopot gelarnya, dipermalukan, hingga dijadikan sandera.
Beberapa orang berspekulasi bahwa tindak kekerasan untuk menyingkirkan sebuah agama mengakibatkan Albania mengadopsi pola pikir sekuler yang mengakibatkan negara ini tidak mengalami pertentangan agama. Hal tersebut dikarenakan, saat ini, kepercayaan atas agama bukanlah unsur penting kehidupan bagi banyak orang.
Sebagai contoh, beberapa tahun lalu, sebuah desa kecil bernama Malbardh yang terletak di Albania Utara menjadi berita 'hangat' di seluruh negeri saat penduduk Muslim lokal menggalang dana dan membangun kembali gereja Katolik satu-satunya di sana yang diruntuhkan bersamaan dengan tempat ibadah lainnya selama rezim Hoxha.
Pun juga yang terjadi di Leskovik, sebuah desa dekat perbatasan Yunani yang dikenal karena adanya tempat peribadatan umum yang dibangun dari reruntuhan masjid dan rusak saat Perang Dunia II. Reruntuhan itu tetap utuh selama era komunisme dan sekarang, tempat peribadatan yang terletak di lantai dasar menara masjid ini sering dikunjungi oleh umat Muslim dan Kristen untuk berdoa.
"Saya mendengar semua perbincangan tentang orang-orang ingin membangun tembok dan melarang penganut kepercayaan-kepercayaan tertentu masuk ke negara-negara tertentu," kata Buba, seorang penduduk Kristiani yang kini menjadi Muslim di Albania, seperti dikutip dari BBC.
"Ini hanya akan menumbuhkan kebencian dan kesalahpahaman. Alasan keharmonisan ada di Albania adalah karena kita saling melibatkan diri dengan sesama. Kita berdebat, kita berdiskusi, dan kita mendidik diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita."
Sementara itu, Buba juga menjelaskan bahwa sudah hal umum ketika melihat ada umat Kristiani yang turut berpartisipasi di perayaan Idul Fitri. Dengan keterlibatan sesama yang begitu seringnya dan dengan adat budaya yang penuh arti, umat Muslim dan Kristen Albania telah menciptakan komunitas kuat dengan sikap saling memahami dan menghormati.
(mus)