Rusia Nyatakan Gencatan Senjata di Suriah
- REUTERS/Sultan Kitaz/File Photo
VIVA.co.id – Pemerintah Rusia mendeklarasikan gencatan senjata atas kota kedua di Suriah, Aleppo, terhitung sejak hari ini. Namun seruan ini dinilai tak akan didengar oleh pemberontak maupun warga sipil.
Dilansir Channel News Asia, Jumat 4 November 2016, Moskow mengatakan, 10 jam gencatan senjata ini merupakan sebuah bentuk "jeda kemanusiaan," sebagai upaya untuk mencegah jumlah korban berjatuhan lebih lanjut.
Namun serupa seperti gencatan senjata selama tiga hari bulan lalu, hanya segelintir orang yang meninggalkan kota yang dikepung pemberontak tersebut. Kejadian serupa juga diduga akan terjadi pada deklarasi gencatan pekan ini.
Terkait hal ini, para pemberontak pun menolak gencatan senjata Rusia karena dianggap sebagai siasat Moskow untuk mengurangi kecaman internasional akibat korban sipil yang terus berjatuhan. "Pengumuman ini tak ada gunanya. Kami tidak percaya Rusia maupun inisiatif murahan mereka," kata Yasser al-Youssef, anggota politbiro dari brigade pemberontak Nureddin al-Zinki di Aleppo.
Selain itu, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) juga mengatakan tidak akan melakukan evakuasi medis terhadap sektor yang dikuasai pemberontak, selama gencatan senjata ini. Ini karena badan PBB sempat mengalami kesulitan untuk mengatur konvoi evakuasi selama gencatan bulan lalu.
"PBB tidak akan terllibat dalam evakuasi warga sipil dari Aleppo timur terkait dengan pengumuman ini. Evakuasi medis hanya dapat dilakukan jika pihak dalam konflik mengambil semua langkah untuk menyediakan lingkungan yang mendukung," kata Juru Bicara Kemanusiaan PBB, David Swanson.
Swanson menyatakan bahwa PBB sangat prihatin dengan situasi kemanusiaan di Aleppo Timur. Seperti diketahuim ratusan orang telah tewas di daerah yang dikuasai pemberontak, sejak militer melancarkan serangan untuk merebut kembali kota pada September lalu.
Lebih dari 300ribu orang telah tewas di Suriah, sejak konflik meletus pada Maret 2011. Korban tewas juga telah menarik kecaman internasional atas tindakan Damaskus dan Moskow. Uni Eropa menyebutkan, tindakan Rusia merupakan kejahatan perang.