MA Pakistan: Schizophrenia Bukan Gangguan Mental
- Pixabay
VIVA.co.id – Pengadilan Tinggi Pakistan menolak schizhophrenia sebagai gangguan mental. Penolakan ini membuat seorang schizhoprenik yang menjadi pelaku pembunuhan bisa dieksekusi.
Tahun 2012, dokter pemerintah Pakistan mengatakan Imdad Ali didiagnosis sebagai pengidap schizophrenia paranoid. Diagnosis ini disampaikan setelah Ali dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati pada 2001 karena membunuh ulama.
Pengacara Ali mengatakan, pria berusia 50 tahun itu tidak layak dieksekusi karena ia tak bisa memahami kejahatan dan hukuman. Jika itu dilakukan, artinya Pakistan melanggar kewajiban Pakistan di bawah PBB, mengenai Konsensi Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik.
Namun, seperti diberitakan oleh Reuters, Jumat, 21 Oktober 2016, tiga hakim Pakistan di Mahkamah Agung, yang dipimpin oleh Anwer Zaheer Jamali memutuskan, schizophrenia bukanlah "gangguan mental permanen." "Oleh karena itu, penyakit yang bisa disembuhkan, dalam semua kasus, tidak bisa dimasukkan sebagai definisi gangguan mental," ujar hakim, dalam putusan yang dibacakannya pada Kamis, 20 Oktober 2016.
Putusan itu didasarkan pada dua kamus yang menjelaskan definisi schizophrenia, serta penilaian yang dilakukan pada tahun 1988 oleh Mahkamah Agung India. Sementara menurut Asosiasi Psikologi Amerika, definisi schizoprenia adalah, "penyakit mental serius dengan karakteristik pikiran yang koheren atau tidak logis, perilaku dan bicara yang aneh, dan delusi atau halusinasi, misalnya seperti mendengar suara-suara."
Dr Tahir Feroze, psikiatri pemerintah yang telah merawat Ali selama delapan tahun terakhir dalam masa penahanannya mengatakan, ia dan dua dokter lainnya telah mengesahkan kondisi Ali pada tahun 2012. Ali menderita delusi bahwa ia menguasai dunia, dianiaya, dan ia mendengar suara-suara yang memerintahkan dia, ujar Feroze yang diperkuat juga oleh Safia Bano, istri Ali. "Dia sangat delusi," ujar Safia, kepada Reuters, 21 Oktober 2016.
Pengacara Ali, Sarah Belal mengatakan laporan pemerintah yang sah mengenai Ali tak pernah disampaikan di pengadilan sebelum tahun 2016. Dalam penilaiannya, pengadilan mengabaikan laporan medis dan surat pernyataan dari Feroze.
Keputusan Pengadilan Tinggi Pakistan ini menuai kecaman. Kelompok hak asasi Reprieve yang berbasis di Inggris mengatakan keputusan itu sangat keterlaluan. "Sangat keterlaluan Mahkamah Agung Pakistan mengklaim bahwa schizophrenia bukanlah gangguan mental, dan mengabaikan laporan medis yang sudah diterima sebagai sebuah pengetahuan, termasuk hukum kesehatan mental Pakistan," ujar Maya Foa, Direktur Reprieve.
Setelah kejadian pembunuhan massal di sebuah sekolah di Peshawar yang menewaskan lebih dari 150 orang, Pakistan kembali menghidupkan hukuman mati pada 2014. Sejak itu, Pakistan telah mengeksekusi 425 orang.
Ali akan dieksekusi pada Rabu dinihari, pekan depan. Istrinya masih akan mencoba mencari pengampunan dari keluarga korban. Ia mengaku sudah mengontak beberapa perwakilan keluarga korban untuk mendapatkan pengampunan.