Inggris Pengekspor Senjata Terbesar Kedua di Dunia
- Reuters/Kacper Pempel
VIVA.co.id – Inggris saat ini menjadi pedagang senjata terbesar kedua di dunia, setelah Amerika Serikat, di mana sebagian besar senjata tersebut memicu konflik mematikan di Timur Tengah.
Sejak 2010, Inggris telah menjual senjata ke 39 dari 51 negara peringkat "not free", serta 22 dari 30 negara yang penanganan hak asasi manusianya masuk dalam pengawasan pemerintah Inggris.
Dilansir dari situs Independent, Rabu, 7 September 2016, sebanyak dua pertiga senjata Inggris selama periode ini telah terjual ke negara-negara Timur Tengah, di mana ketidakstabilan keamanan telah meningkatkan risiko ancaman teror ke Inggris dan negara-negara Barat.
"Inggris adalah salah satu eksportir pertahanan yang paling sukses di dunia, dan menempati posisi terbesar kedua di dunia dalam peringkat global selama sepuluh tahun," kata pihak UK Trade and Investment.
Namun dalam hal ini, pemerintah Inggris juga dianggap mengabaikan panggilan untuk menghentikan penjualan senjata ke rezim represif, termasuk Arab Saudi, yang dituduh oleh PBB telah melakukan kejahatan perang dalam operasi militer di Yaman.
Kedua Parlemen Eropa dan Komite Pembangunan International House of Commons menyerukan ekspor ke otokrasi untuk berhenti, tapi pemerintah mengatakan belum melihat bukti kejahatan perang Arab.
Koalisi yang dipimpin Saudi diketahui telah membom beberapa rumah sakit internasional yang dijalankan oleh badan amal Médecins Sans Frontières, serta sekolah dan pesta pernikahan. pabrik makanan juga telah terkena dampak serangan ini.
Andrew Smith dari Campaign Against Arms Trade memperingatkan bahwa ketergantungan eksportir Inggris pada rezim, bisa membuat Inggris cenderung berintervensi terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
Menanggapi hal ini, seorang juru bicara pemerintah mengatakan pendekatan untuk kontrol ekspor senjata itu memang "cukup sulit". Pemerintah Inggris mengklaim mengambil tanggung jawab kontrol ekspor senjata yang sangat serius.
"Lisensi ekspor mengharuskan kita untuk mempertimbangkan bagaimana peralatan tersebut akan digunakan oleh pengguna dan risiko mengenai pelanggaran HAM adalah bagian penting dari penilaian kami. Kami menganggap pendekatan ini menjadi cukup sulit tetapi di mana ada bukti dari kebutuhan untuk tindakan lebih lanjut kita memiliki kekuatan untuk melakukannya di bawah undang-undang yang ada," tegasnya.