Sensus Australia Berantakan karena Gangguan Server
- REUTERS/David Gray
VIVA.co.id – Perdana Menteri Australia, Malcoml Turnbull, menyatakan kemarahan dan kekecawaannya atas gagalnya proses sensus secara online yang sedang berjalan di negaranya. Proses tersebut menjadi berantakan setelah terjadi gangguan pada server penyimpan data.
Hari ini sensus itu sudah kembali normal setelah selama dua hari mati total.Upaya perbaikan sempat gagal karena sistem melakukan penolakan setelah terjadi serangan siber. Kepada wartawan media di Australia, PM Thurnbull mengaku sangat kesal dan marah. Ia menyebut kasus itu sebagai "ketidaknyamanan bagi jutaan warga Australia."
Sensus tersebut dihentikan total oleh Australian Bureau of Statistics (Biro Statistik Australia) pada Rabu malam, 10 Agustus 2016, setelah mereka gagal melakukan perbaikan server karena terus terjadi penolakan. "Saya membuatnya sangat jelas bahwa kita perlu melakukan sesuatu secara tegas dan jujur untuk warga Australia," ujar Turnbull. "Namun itu semua digagalkan oleh ABS," katanya menambahkan.
Meski proses perbaikan sudah berjalan dan sensus sudah bisa kembali diteruskan, PM Turnbull mengaku masih kecewa. Namun ia mengatakan belum akan memecat siapapun dan memerintahkan investigasi penuh untuk mengetahui apa yang terjadi.
Sensus nasional ini adalah yang pertama kali dilakukan dengan menggunakan internet. Sensus tersebut akan memberikan gambaran mengenai kondisi kehidupan warga Australia dalam lima tahun terakhir mengenai kondisi hidup, rincian pendapatan, latar belakang agama dan etnis, status pernikahan, dan lain-lain. Sensus ini akan mendata 24 juta warga Australia. Namun sensus ini mengalami kekacauan pada Rabu, 10 Agustus 2016. Kekacauan itu memicu kekhawatiran atas keamanan dunia maya di negara tersebut.
Kegagalan yang pertama kalinya terjadi dalam 105 tahun sejarah Australia itu juga membuat PM Malcolm Turnbull panen kritikan. Ia didesak untuk mengurangi dana sebesar US$29,2 miliar untuk meningkatkan infrastruktur internet Australia. Partai Buruh mengkritik Perdana Menteri karena pemerintah menolak disalahkan.
Pemimpin oposisi Bill Shorten menggambarkan kejadian tersebut sebagai "salah satu kekacauan paling besar dalam pemerintahan." Tapi Kepala Biro Statistik Australia David Kalisch menjamin tak ada data yang dicuri dari 2,3 juta formulir yang telah masuk. "Kami menyimpannya. Tak ada pihak lain yang memilikinya, ujar Kalisch kepada ABC Australia. Ia meyakini serangan tersebut berasal dari luar negeri.
(ren)