Kemlu Abaikan Putusan Sidang Rakyat 1965
- ANTARA FOTO/Teresia May
VIVA.co.id – Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, menegaskan bahwa putusan Sidang Rakyat Internasional (International People's Tribunal / IPT 65), di Den Haag, Belanda, pada Rabu, tidak perlu diikuti pemerintah Indonesia.
"Tentunya, Indonesia sebagai negara demokrasi menghargai kebebasan berpendapat. Namun, IPT 65 dan kegiatannya di luar kerangka hukum, sehingga tidak menjadi bagian dari mekanisme hukum nasional maupun internasional," kata Arrmanatha, di Jakarta, Kamis, 21 Juli 2016.
Ia juga menjelaskan, komitmen Indonesia terkait HAM dan demokrasi sudah sangat jelas. Indonesia juga menghormati kebebasan penyampaian pendapat dan berekspresi warganya. Namun, sekali lagi, Arrmanatha menegaskan kegiatan tersebut tidak mengikat secara hukum dan tidak perlu diikuti.
Sebelumnya, hasil keputusan final sidang IPT menyatakan Indonesia bertanggung jawab atas 10 tindakan kejahatan HAM berat yang terjadi pada 1965-1966.
Tindakan tersebut meliputi pembunuhan, hukuman penjara, perbudakan, penyiksaan, penghilangan secara paksa, kekerasan seksual, pengasingan, propaganda, keterlibatan negara lain dan genosida. Sidang Pengadilan Rakyat Internasional berlangsung pada 10-13 November 2015 lalu.
Di hadapan dua hakim internasional, sebanyak 10 orang telah menjadi saksi untuk 'mengungkap kebenaran' terhadap apa yang terjadi pasca tragedi 1965. Sejumlah penelitian menyebutkan ratusan ribu orang menjadi korban pada 1965-1969.