Muslim Prancis Merasa Ketakutan
- REUTERS/Eric Gaillard
VIVA.co.id – Serangan teror yang terjadi di Nice, Prancis, pada perayaan Bastille Day membuat sebagian besar Muslim di Prancis merasa tak tenang. Mereka merasa bahwa diskriminasi dan perselisihan sosial akan muncul segera.
Kelompok militan ISIS mengklaim sebagai pihak yang bertanggungjawab atas terjadinya serangan yang menewaskan 84 orang tersebut, pada Kamis, 14 Juli 2016. ISIS mengatakan, pengemudi truk yang bernama Mohamed Lahouaiej Bouhlel, disebut kelompok militan tersebut sebagai bagian dari mereka.
Perdana Menteri Prancis Manuel Valls mengatakan, pria berusia 31 tahun itu telah mengalami proses radikalisasi dengan sangat cepat. Jaksa Agung Prancis mengatakan, sejauh ini mereka belum menemukan bukti keterlibatan Bouhlel dengan ISIS. "Meski saat ini belum ada bukti, namun dia saat ini terus menumbuhkan ketertarikan pada Islam radikal," ujarnya seperti diberitakan oleh Reuters, Senin, 18 Juli 2016.
Seorang ulama di populasi Muslim yang berlokasi beberapa kilometer dari Abbatoirs, Boubekeur Bekri, mengatakan kelompok radikal akan memangsa yang lemah dan terus fokus untuk mengganggu iman seseorang.
"Hanya karena yang lemah akan selalu dieksploitasi, bukan berarti kita menyerah pada keyakinan mereka (kelompok radikal). Justru sebaliknya, kita harus menyatu bersama dan membela negara," ujar Bekri. "Terlepas dari iman seseorang, kejahatan tetaplah kejahatan," katanya menambahkan. Ia meminta agar umat Islam di Prancis tetap tenang dan tak perlu merasa khawatir yang berlebihan.
Prancis kembali dilanda teror saat sebuah truk besar menyeruak diantara kerumunan warga Prancis yang tengah merayakan Bastille Day pada Kamis malam, 14 Juli 2016. Pengemudi truk melepaskan tembakan secara sembarang. Akibat serangan tersebut 84 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.