Angka Kekerasan pada Kelompok LGBT di AS Meningkat
- Reuters/Mike Blake
VIVA.co.id – Usai penembakan massal di sebuah klub malam gay di Orlando, yang menewaskan 49 orang, kelompok aktivis Amerika Serikat, merilis data bahwa jumlah pembunuhan lesbian, biseksual, transgender, dan kaum homo (LGBTQ) meningkat 20 persen di Amerika tahun lalu.
Tindak kekerasan yang terjadi pada 2015, merupakan yang tertinggi sejak 2012, berdasarkan laporan dari National Coalition of Anti-Violence Programs (NCAVP). Disebutkan bahwa 24 LGBTQ serta ODHA (Penderita HIV/AIDS) yang dibunuh di Amerika Serikat meningkat 20 persen dari 2014.
Beverly Tillery yang mengepalai New York City Anti-Violence Project, yang mengoordinasi NCAVP menyerukan diskusi publik tentang orang LGBTQ dan kekerasan. "Ini bukan hanya tragedi yang dialami kelompok LGBTQ saja, melainkan milik seluruh bangsa," kata Tillery, seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa 14 Juni 2016.
Di antara para korban yang tercantum dalam data, terdapat seorang perempuan transgender berusia 22 tahun yang ditemukan tewas di sebuah lapangan di Dallas, Texas. Media dan polisi mendata Schuler sebagai seorang pria, setelah akhirnya seorang aktivis LGBTQ lokal turut melakukan investigasi dan memastikan bahwa ia merupakan seorang wanita transgender.
Laporan itu juga mengatakan bahwa dalam 11 negara bagian AS, ada 1.253 insiden kekerasan terhadap kaum LGBTQ dan ODHA pada 2015. NCAVP juga menyebutkan bahwa kelompok tersebut telah melaporkan tindak kekerasan selama hampir 20 tahun.
Isu LGBTQ kembali mencuri perhatian publik, setelah penembakan yang terjadi di sebuah klub malam Pulse di Orlando. Penembakan tersebut terjadi, saat klub yang memang terkenal di kalangan gay sedang mengadakan acara Gay Pride Parade.
Pelaku penembakan, Omar Marteen, dikabarkan sangat membenci kelompok tersebut. Akibat serangan brutal Marteen, lebih dari 50 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Omar Marteen sendiri akhirnya tewas tertembak, setelah dikepung selama tiga jam. (asp)