MA Belanda: Kami Tak Ingin Mendikte Hukum Indonesia
- fd.nl
VIVA.co.id – Ketua Mahkamah Agung Belanda, Maarten Feteris, mengatakan kedatangannya ke Indonesia untuk berbagi pengalaman dengan Indonesia mengenai penerapan sistem hukum masing-masing negara.
"Kedatangan kami di sini tidak untuk mendikte hukum Indonesia, tapi ingin bertukar pemikiran dan gagasan. Saya akan bicara soal peranan hakim dalam supremasi hukum karena Indonesia dan Belanda sama-sama negara demokrasi yang berdasarkan supremasi hukum," kata Feteris di Gedung Erasmus Huis, Jakarta, Selasa, 24 Mei 2016.
Dalam pandangannya, supremasi hukum akan secara langsung berhubungan dengan sistem demokrasi negara. Peraturan yang ada akan diadopsi secara demokratis, kemudian sikap individu dalam negara tersebut akan diatur oleh peraturan tersebut.
Ia menegaskan bahwa dalam mengambil sebuah keputusan tidak boleh atas dasar kepentingan individu atau kelompok.
"Supremasi hukum harus merupakan wujud nyata yang sebenarnya dari kehidupan masyarakat. Sangat penting untuk ada peraturan negara yang diatur oleh supremasi hukum. Sebuah peraturan harus tetap stabil sehingga masyarakat bisa terus berpatokan dan bergantung pada peraturan itu," ungkapnya.
Feteris menambahkan, jika tidak ada peraturan dalam sebuah negara maka masyarakat akan menerapkan hukum rimba, yakni orang-orang bebas untuk saling balas dendam atau main hakim sendiri.
Fungsi peraturan di pengadilan adalah untuk mencari penyelesaian masalah yang damai. "Di Belanda kami percaya independensi MA sebagai suatu lembaga. Hal ini untuk memastikan bahwa masyarakat taat hukum melalui UU. Kami harus pastikan keputusan kami konsisten," kata Feteris, menegaskan.
Feteris menjelaskan, agar tidak terjadi kekuasaan yang sewenang-wenang, maka kekuasaan suatu negara harus "dibagi" ke berbagai badan, sehingga bisa mengawasi satu sama lain. Seperti halnya yang diterapkan di Belanda dan Indonesia yakni badan legislatif, eksekutif dan yudikatif.