Pesawat EgyptAir Jatuh, Kemungkinan Besar Aksi Teroris
- REUTERS/Mohamed Abd El Ghany
VIVA.co.id – Pihak Mesir mengatakan aksi terorisme sangat mungkin menjadi penyebab jatuhnya pesawat EgyptAir, dibandingkan kesalahan teknis. Pasalnya, penerbangan MS804 yang membawa 66 orang itu berbelok secara tiba-tiba dan terjun ke Laut Mediterania.
Seperti diberitakan The Guardian, Jumat, 20 Mei 2016, Menteri Penerbangan Mesir, Sherif Fathi mengatakan ia tidak ingin tergesa-gesa dalam mengambil kesimpulan. Namun ia mengatakan, kemungkinan serangan atau aksi terorisme lebih tinggi dibandingkan kegagalan teknis.
Sementara itu, Perdana Menteri Mesir, Sherif Ismail mengatakan terorisme adalah salah satu penjelasan yang sangat mungkin terjadi. "Kita tidak bisa mengecualikan apapun saat ini. Semua operasi pencarian harus disimpulkan, sehingga kita bisa mengetahui penyebabnya," ujar Ismail.
Sebelumnya, puing-puing yang ditemukan mengambang di laut selatan dari pulau Karpathos di Yunani dianggap sebagai bagian dari pesawat EgyptAir.
Pada Kamis sore waktu setempat, sebuah kapal Yunani melihat dua benda plastik mengambang sekitar 230 mil di selatan pulau Kreta. Dalam postingan di Facebook, Kapten Kapal, Tarek Wahba melihat benda mirip pelampung keselamatan dan kursi, dengan puing berwarna biru dan putih, yang mirip dengan EgyptAir.
Tapi temuan itu dibantah pihak manajemen EgyptAir. Melalui akun Twitternya, EgyptAir mengatakan bahwa puing tersebut bukan bagian dari pesawat yang hilang. "Setelah mengoreksi dan mengidentifikasi, kami yakin bahwa itu bukan merupakan bagian dari pesawat kami," kata Wakil Presiden Maskapai, Ahmed Adel.
Penyebab bencana yang terjadi dalam penerbangan dari Paris ke Kairo sesaat setelah memasuki wilayah udara Mesir itu masih belum jelas hingga saat ini. Prancis, yang sejumlah warganya juga menjadi korban dalam kasus pesawat EgyptAir, juga belum memastikan.
"Kami telah mengumpulkan semua informasi dan memiliki kewajiban untuk mengetahui segala sesuatu tentang penyebab jatuhnya pesawat ini. Tidak ada teori yang dikesampingkan dan tidak ada yang pasti sekarang," ujar Presiden Prancis, Francois Hollande. (ase)