UN Women: Pelaku Kekerasan Seksual Biasanya Orang Dekat

Regional Director of UN Women Office for Asia, Roberta Clarke.
Sumber :
  • Viva.co.id/Rebecca Reiffi Georgina

VIVA.co.id – Regional Director of UN Women Office for Asia, Roberta Clarke, menegaskan bahwa pihaknya dan juga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan tegas mengecam adanya tindak pelecehan seksual terhadap perempuan. Ia berpendapat, umumnya pelaku yang melakukan perbuatan biadab itu adalah justru orang-orang sekitar yang dekat dengan korban.

Temuan Mengejutkan Kasus Bocah Tewas Diduga Diperkosa Ayahnya di Jaktim

"Pelaku bisa berasal dari lingkungan dekat (korban), dan lingkungan biasanya yang memengaruhi si pelaku. Dari situlah kita bisa menghentikan kejahatan seksual. Perempuan dan anak-anak harus dilindungi," kata Clarke yang ditemui siang ini di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis, 19 Mei 2016.

Ia menyerukan agar seluruh masyarakat memiliki empati dan simpati terhadap maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia. Kendati demikian, ia berpendapat, saat ini hak asasi manusia terhadap perempuan di Indonesia terus mengalami kemajuan dari sebelumnya.

DPR Minta Kapolda Jateng Usut Kasus Perbudakan Seksual Anak di Surakarta yang Terkatung-katung Sejak 2017

Ini, kata dia, adalah kemajuan yang bagus, begitu pula dengan negara-negara ASEAN lainnya. "Perempuan sudah bisa bergerak di dunia internasional. Namun, kita tetap memiliki tantangan, di mana perempuan harus punya kualitas agar tetap bisa bertahan," ujar dia.

Clarke menegaskan, hal terpenting yang harus diutamakan pemerintah Indonesia adalah implementasi terhadap nilai-nilai dan hukum yang berlaku termasuk bidang sosial budaya, ekonomi, dan politik. Selain itu, untuk melindungi korban tindak pelecehan seksual terhadap perempuan, bisa dimulai dari sektor pendidikan dan juga memberikan perlindungan.

LBH APIK Sebut Langkah Cepat Usut Kasus Agus Buntung Komitmen Serius Polri Tangani Kekerasan Seksual

"Harus dimulai dari pendidikan, termasuk empati, respek, kesamaan hak dan lainnya. Pendidikan ambil bagian besar baik formal maupun nonformal untuk menyampaikan pesan kepada seseorang," kata Clarke.

Lalu, yang kedua adalah perlindungan. Masyarakat, dia menjelaskan, harus punya sistem yang bisa mengingatkan otoritas jika mengetahui adanya orang yang dalam hal ini perempuan dan anak-anak yang mengalami kekerasan. "Kita juga butuh pelayanan sosial sehingga perempuan bisa terlepas dari kekerasan," ucapnya.

Tidak hanya itu, Clarke juga menyerukan lebih dilibatkannya peran kaum hawa dalam kehidupan politik di suatu negara, termasuk Indonesia. Walaupun saat ini jumlah perempuan dalam dunia perpolitikan Indonesia sudah banyak, namun masih ada "pagar pembatas" yang memisahkan.

"Harus dihilangkan pagar pembatas antara perempuan dan politik. Kami di ASEAN mempelajari bahwa keluarga-keluarga di negara ASEAN berpendapat pekerjaan di dunia politik bukanlah peran bagi perempuan, itu yang harus diubah. Kita harus memahami konsep persamaan dan nondiskriminasi," ujar dia.

Clarke menambahkan, partai politik juga tidak boleh membeda-bedakan peran perempuan dalam partai. "Baik pria dan perempuan harus bisa terlibat dalam parlemen," ucapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya