Pemimpin Kelompok Islam Bangladesh Dihukum Gantung
- REUTERS
VIVA.co.id – Pemimpin partai Islam Motiur Rahman Nizami dihukum gantung oleh pemerintah Bangladesh, atas kasus genosida dan kejahatan lainnya yang dilakukan selama perang kemerdekaan Pakistan tahun 1971.
Nizami, pimpinan partai Jamaat-e-Islami, digantung di penjara Dhaka Central pada Rabu dini hari waktu setempat. Sebelumnya, Mahkamah Agung menolak permohonan terakhirnya untuk menentang hukuman mati yang dijatuhkan oleh pengadilan khusus untuk genosida, pemerkosaan dan mendalangi pembantaian selama masa perang yang dituduhkan pada Nizami..
Nizami, 73 tahun, merupakan seorang legislator dan menteri selama masa kepemimpinan Perdana Menteri Khaleda Zia. Nizami dijatuhi hukuman mati pada tahun 2014.
Ratusan orang turun ke jalanan ibukota Dhaka untuk merayakan eksekusi tersebut. "Kami telah menunggu selama 45 tahun untuk menunggu hari ini. Keadilan akhirnya terwujud," kata veteran perang, Akram Hossain, mengutip laman kantor berita Reuters, Rabu 11 Mei 2016.
Namun, pengadilan kejahatan perang yang didirikan oleh PM Sheikh Hasina pada 2010 memicu kekerasan dan menuai kritik dari politisi oposisi, termasuk pemimpin Jamaat-e-Islami, yang mengatakan bahwa putusan tersebut merupakan tumbal lawan politik Hasina.
Ribuan polisi dan penjaga perbatasan dikerahkan di Dhaka dan kota-kota besar lainnya. Sebelumnya putusan serupa dan eksekusi telah memicu kekerasan yang menewaskan sekitar 200 orang, terutama aktivis Jamaat dan polisi. Lima politisi oposisi, termasuk empat pemimpin Jamaat-e-Islami, telah dieksekusi sejak akhir 2013 setelah dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
Sementara itu, Jamaat-e-Islami, yang menyebut tuduhan terhadap Nizami tidak berdasar, menyerukan pemogokan nasional sebagai protes. Mereka juga menyebut Nizami sebagai "martir", karena telah kehilangan keadilan dan membuat korban dari dendam politik.
Pemerintah mengatakan, sekitar tiga juta orang tewas dan ribuan perempuan diperkosa selama perang tahun 1971, di mana beberapa faksi, termasuk Jamaat-e-Islami, yang membantah bahwa para pemimpinnya melakukan kekejaman. Kelompok hak asasi manusia internasional juga menyebutkan prosedur pengadilan tidak memenuhi standar internasional. Pemerintah membantah tuduhan tersebut.
Proses eksekusi dilakukan ketika negara dengan mayoritas Muslim tersebut tengah mengalami peningkatan kekerasan militan, di mana blogger dan aktivis atheis, akademisi, agama minoritas dan bantuan pekerja asing tewas ditikam oleh pelaku yang diduga kelompok militan. Pada bulan April saja, lima orang, diantaranya seorang dosen, dua aktivis gay dan seorang beragama Hindu, dibunuh oleh kelompok yang dicurigai sebagai militan Islam.