Defisit, Saudi Berencana Kurangi Ketergantungan Pada Minyak
- REUTERS/Lucy Nicholson/Files
VIVA.co.id – Kabinet Saudi menyetujui reformasi ekonomi yang ditujukan untuk mengurangi ketergantungan negara tersebut terhadap keuntungan dari sektor minyak. Lebih dari 70 persen pendapatan negara Saudi berasal dari minyak, dan tahun lalu telah terpukul akibat penurunan harga minyak dunia.
Salah satu bagian dari perencanaan tersebut adalah Saudi akan menjual saham perusahaan minyak raksasa milik negara, Aramco, untuk menciptakan dana kekayaan negara. Deputi Putra Mahkota mengatakan, negaranya saat ini sangat bergantung pada produksi dan penjualan minyak. Meski hanya menjual 1 persen dari Aramco, namun harga jual diperkirakakan akan menciptakan penawaran terbesar dalam sejarah, melampaui penjualan blockbuster seperti Facebook dan Alibaba.
Seperti diberitakan BBC, Selasa, 26 April 2016, IMF menyebut, rencana Saudi tersebut sebagai langkah ambisius dan sangat besar pengaruhnya, tetapi memperingatkan bahwa implementasinya akan menjadi sebuah tantangan.
Minyak merupakan kekuatan ekonomi utama Arab Saudi. Namun goncangan harga minyak mentah dunia menyebabkan penurunan harga pada pertengahan 2014. Hal ini tidak sampai menyebabkan Saudi harus meminta bantuan keuangan kepada IMF, seperti yang dilakukan oleh negara pengekspor minyak lain, seperti Angola. Namun menyebabkan cadangan Saudi terkikis dan hampir tiga perempat pendapatan negara yang berasal dari minyak menurun drastis.
Untuk jangka panjang, upaya internasional perlu dilakukan untuk memerangi perubahan iklim dan mengantisipasi ketidakpastian atas permintaan minyak di masa depan. Minyak tidak akan kehilangan dominasinya di pasar untuk bahan bakar transportasi dalam beberapa tahun ke depan, namun prospek lebih jauh ke depannya perlu diantisipasi. Untuk itu, Arab Saudi mulai mengurangi ketergantungannya pada minyak untuk pendapatan pemerintah, pekerjaan dan pendapatan warga negara Saudi.
Laporan : Dinia Adrianjara