357 Pejabat China Terlibat Vaksin Ilegal akan Diberi Sanksi
- Pixabay
VIVA.co.id - Dewan Negara China mengumumkan sebanyak 357 pejabatnya yang terlibat dalam kasus yang berkaitan dengan penjualan vaksin ilegal dan akan dikenakan sanksi. Mereka akan menghadapi hukuman termasuk pencopotan dan penurunan jabatan, menurut keputusan yang dibuat pada pertemuan eksekutif dengan dewan kenegaraan negeri itu.
Mengutip situs Xinhua, Kamis, 14 April 2016, sejauh ini terdapat 192 kasus kriminal berskala nasional telah diajukan dan 202 orang ditahan atas skandal tersebut.
Pernyataan tersebut dikeluarkan setelah adanya pertemuan dengan pemimpin yang dipimpin langsung oleh Perdana Menteri Li Keqiang. Bulan lalu, dewan negara mengumumkan penyelidikan lintas departemen yang dipimpin oleh Bi Jingguan, pimpinan China Food and Drugs Administration, mengenai perdagangan vaksin secara ilegal.
"Kasus vaksin ini berdampak pada berbagai wilayah dan menyebabkan masalah yang cukup menonjol seperti pengawasan kualitas yang tidak memadai, menunda penemuan baru dan mekanisme manajemen risiko yang buruk," kata Dewan Negara China, sesuai hasil awal penyelidikan.
Evaluasi risiko vaksin ilegal ini melibatkan orang yang telah menggunakan vaksin tersebut harus dilakukan sesegera mungkin, dipublikasikan dengan waktu yang tepat dan ditangani dengan baik.
"Sistem vaksin negara kita umumnya sangat bisa diandalkan. Namun kami akui ada celah (hukum) dan ini yang harus diperbaiki. Kami juga meningkatkan pengawasan untuk industri makanan dan obat-obatan, serta pengelolaan jangka panjang terhadap produk vaksin," ungkapnya.
Dalam pertemuan tersebut, peserta menyetujui keputusan untuk mengubah peraturan tentang pengelolaan sirkulasi dan penggunaan vaksin, yang menyatakan bahwa grosir obat akan dilarang menjual produk vaksin langsung.
Saat ini, vaksin A-class yang tercakup dalam program imunisasi nasional wajib dibeli oleh lembaga pengendalian penyakit tingkat distrik langsung dari produsen dan dikirim ke rumah sakit, semua ini di bawah organisasi tingkat provinsi.
Laporan: Dinia Adrianjara