VIDEO: Obat Penderita Epilepsi Dicetak dari Printer 3D
- Pixabay
VIVA.co.id – Manfaat pencetak tiga dimensi (printer 3D) memang sudah dirasakan di berbagai bidang. Pencetak tersebut bisa dibilang sudah mengubah dunia produksi, mulai dari produksi pada bidang manufaktur, desain, medis sampai elektronik.
Penerapan pencetak 3D tersebut kini kian meluas, termasuk dalam pembuatan obat bagi penderita epilepsi. Dikutip dari Science Alert, Kamis, 7 April 2016, perusahaan farmasi Aprecia Pharmaceuticals mengumumkan, mereka menjadi perusahaan farmasi pertama di dunia yang menggunakan teknologi pencetak 3D untuk memproduksi obat yang disebut Spritam. Obat ini dikatakan untuk perawatan penderita epilepsi.
Salah satu keuntungan yang jelas dibawa dalam obat yang lahir dari pencetak 3D yaitu soal kualitas larut yang hampir seketika begitu ditelan oleh pengguna. Hal ini disebutkan sangat membantu bagi penderita disphagia, atau kondisi seseorang yang susah untuk menelan pil yang umum terjadi pada penderita epilepsi.
Perusahaan farmasi itu mengatakan, obat Spritam itu akan benar-benar meleleh begitu masuk di mulut pengguna, tak membuat pengguna tersedak dan menghindari masalah pernafasan.
Aprecia menjelaskan, dengan pencetak 3D, Spritam diproduksi dengan menggunakan bubuk khusus yang mana membantu membuat obat bisa dibuat berlapis-lapis.
Kabar menarik lainnya, selain berhasil memproduksi obat dari pencetak 3D, Aprecia juga telah menerima persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA). Obat Spritam dilaporkan sudah beredar di AS.
Ke depan, diperkirakan pencetakan 3D akan mengubah cara dan penciptaan kombinasi obat-obatan. Kesuksesan produksi Spritam tersebut dan menembus pasar diyakini akan makin membuka pintu riset dan pengembangan obat-obatan yang dicetak dari pencetak 3D.