Pengamat: Panama Papers untuk Jatuhkan Putin
- www.commondreams.org
VIVA.co.id – Dokumen Panama Papers yang bocor ke publik mengungkapkan ratusan pengusaha, pemimpin negara, dan perusahaan yang diduga melakukan upaya menyembunyikan kekayaan mereka sesungguhnya. Namun, nyaris tak ada nama warga AS membuat kecurigaan lain muncul.
Chairman Sustainable Development Indonesia (SDI), Dradjad H. Wibowo merasa yakin, munculnya jutaan dokumen Panama Papers, tidak terlepas dari peran Amerika Serikat. Mantan Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan, kuat dugaan kalau ini untuk menjatuhkan dominasi Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Saya sangat yakin Panama Papers ini adalah hasil intelijen Amerika Serikat. Panama itu di bawah perlindungan AS. Saya sendiri pernah ke sana untuk konferensi dan sidang. Banyak hal penting yang terjadi di Panama harus dengan ‘persetujuan’ AS. CIA punya aset yang sangat kuat dan efektif untuk melakukan operasi intelijen terhadap siapa pun di Panama," ujar Dradjad, dalam siaran pers, Rabu, 6 April 2016.
Dradjad menjelaskan, akhir-akhir ini Putin sangat mengganggu dominasi politik dan militer global AS. Aneksasi Crimea, perang Donbass (Ukraina Timur), juga suksesnya operasi militer Rusia di Suriah, menurut Dradjad menjadi kemenangan Putin atas Barat.
"Panama Papers adalah bagian dari serangan untuk melemahkan Putin dan rejimnya. Itu sebabnya, media-media Barat langsung menggelar edisi khusus tentang shell companies milik nama-nama Rusia," katanya.
Sementara itu, dia melanjutkan, beberapa nama dari Tiongkok hanya sebagai target sekunder. Menurut dia, negara-negara lain hanya pelengkap, agar isu ini bergulir terus di banyak negara.
Panama Papers merupakan bocoran dokumen yang mengungkap adanya investasi bodong dan pengemplang pajak, melibatkan klien-klien dari perusahaan hukum berbasis di Panama, Mossack Fonseca.
Menurut International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), yang bermitra dengan media Jerman, Suddeutsche Zeitung, untuk merilis dokumen tersebut, data di dalamnya melibatkan 200 negara dan kekuasaan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Ada nama 140 politisi dan pejabat publik juga di dalamnya, termasuk 12 penguasa negara, di antaranya Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Perdana Menteri Islandia, Sigmundur David Gunnlaugsson.