Korban Pertama Skandal Panama Papers, PM Islandia Mundur
- REUTERS / Bertil Enevag Ericson
VIVA.co.id – Skandal Panama Papers memakan korban pertama. Perdana Menteri (PM) Islandia, Sigmundur David Gunnlaugsson, mengundurkan diri. Namanya ikut terseret dalam kebocoran dokumen Panama Papers - yang tengah menjadi perbincangan masyarakat seluruh dunia.
Kebocoran data dari firma hukum Mossack Fonseca yang berbasis di Panama, menunjukkan Sigmundur memiliki perusahaan bebas pajak (offshore) bersama istrinya, namun tidak melaporkan hal tersebut ketika masuk ke dalam parlemen.
Dilansir dari BBC, Rabu 6 April 2016, PM Sigmundur dituduh menyembunyikan aset keluarga bernilai jutaan dolar di perusahaan offshore tersebut. Ia mengatakan, telah menjual sahamnya kepada istrinya, dan menyangkal melakukan kesalahan. PM Islandia merupakan salah satu dari sekian banyak tokoh global high-profile yang namanya masuk dalam 11,5 juta catatan keuangan dalam Panama Papers.
Pasca kebocoran data tersebut, tekanan dan desakan untuk meminta PM Islandia turun dari jabatannya semakin tinggi. Ribuan orang dan partai oposisi melakukan aksi demonstrasi di luar gedung parlemen di Ibukota Reykjavik pada Senin 4 April 2016.
Sebelumnya, pada Selasa, perdana menteri meminta Presiden Ólafur Ragnar GrÃmsson untuk membubarkan parlemen dan meminta pemilu dini. Namun, Grimsson mengatakan ia harus melakukan konsultasi dengan pemimpin Partai Kemerdekaan, yang telah berkoalisi dengan Gunnlaugsson sejak 2013.
Gudlaugur  Thor Thordarson, ketua Partai Kemerdekaan mengatakan, permintaan perdana menteri adalah hal yang sangat mengejutkan dan tidak rasional untuk dilakukan. Menjelang mosi tidak percaya yang diajukan, akhirnya Gunnlaugsson mengumumkan pengunduran diri.
Dokumen yang bocor dari Mossack Fonseca menunjukkan, PM Islandia dan istrinya membeli perusahaan Wintris pada tahun 2007, namun tidak mencantumkannya ketika memasuki parlemen pada tahun 2009.
Dia menjual 50 persen dari Wintris kepada istrinya, Anna Sigurlaug Palsdottir, delapan bulan kemudian. Gunnlaugsson berpendapat, tidak ada peraturan yang dilanggar dan istrinya pun tidak memperoleh keuntungan secara finansial.
Perusahaan offshore yang digunakan untuk berinvestasi senilai jutaan dolar tersebut berasal dari uang warisan, menurut dokumen yang ditandatangani Palsdottir pada tahun 2015.
Dalam sebuah pernyataan jelang pengunduran diri, Gunnlaugsson mengatakan ia tidak memiliki keinginan untuk bertahan di jalan kerja pemerintah lebih lanjut, seperti reformasi sistem keuangan.
Ia menambahkan, aset yang dimiliki dengan istrinya tidak pernah disembunyikan dari otoritas pajak Islandia dan kepemilikan di Wintris telah dilaporkan sebagai aset istri dan pajak telah dibayar sesuai dengan peraturan di Islandia.
"Tidak ada aturan parlemen yang kami langgar. Bahkan Guardian dan media lainnya yang meliput berita ini telah menegaskan bahwa mereka belum melihat adanya bukti yang menunjukkan bahwa perdana menteri, istrinya, atau Wintris terlibat dalam tindakan yang melibatkan penghindaran pajak, penggelapan pajak, atau pun keuntungan finansial yang ditutupi," ujar Gunnlaugsson.
Laporan: Dinia Adrianjara
(ren)