Jajaki Peluang Bisnis, Indonesia Jadi Peserta CeBIT
- Viva.co.id/Miranti Hirschman
VIVA.co.id – Untuk kelima kalinya, Indonesia ikut sebagai peserta dalam pameran Industri Digital Terbesar dunia di Hannover, Jerman, yang dikenal dengan CeBIT.
Paviliun Indonesia di CeBIT terletak di hall 3, diisi oleh 14 perusahaan Indonesia digital dan Teknologi Informasi. Mereka ini fokus pada bidang big data solution, teknologi analitic, secure payment, teknologi Cloud, Virtual Augmented Reality dan Internet of Things.
Keberadaan Indonesia di CeBIT ini merupakan dukungan dari Kementerian Perindustrian RI, Indonesian Trade Promotion Center di Hamburg dan Atase Perdagangan KBRI Berlin. Dukungan institusi pemerintah dalam pameran ini dalam bentuk penyediaan lahan dan konstruksi seluas 18 m2. Menggandeng partner Ansaworks, sekitar 1000 undangan disebar untuk mengajak jejaring industri digital Eropa untuk datang ke Paviliun Indonesia pada pameran yang digelar mulai 14 hingga 18 Maret 2016.
Konsul Jendral RI di Hamburg, Jerman, Sylvia Arifin mengatakan kepada VIVA.co.id, bahwa pemerintah ingin mendorong para pakar teknologi infomasi dan perusahaan industri digital, baik yang telah berpengalaman maupun yang baru meniti usahanya. "Tujuan utama kami adalah branding Indonesia, yang kedua adalah membangun jejaring bisnis, yang nantinya diharapkan akan ditindaklanjuti oleh perusahaan peserta CeBIT," ujar Sylvia Arifin.
Ia mengaku gembira dengan adanya perkembangan jumlah peserta. "Lima tahun lalu peserta asal Indonesia hanya ada 3 perusahaan. Tahun lalu ada sebelas, dan tahun ini empat belas," ucapnya membandingkan.
Sebagai ajang Pameran Industri Digital terbesar dunia, CeBIT memang ajang yang tepat untuk berpromosi sehingga lebih dikenal. Bambang Jaka Setiawan, Kepala ITPC Hamburg mengatakan, tahun lalu sempat bertemu dengan sejumlah pengusaha di bidang Industri Digital/ Teknologi Informasi dalam sebuah Trade Expo. Dari bincang bincang, pihaknya menemukan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing di bidang IT, dimana Indonesia termasuk ketinggalan di era digitalisasi.
Economist Intelligence Unit bertema The Means to Compete: benchmarking It Industry Competitiveness, menempatkan Indonesia di peringkat 57 dari 64 negara di dunia dalam hal daya saing industry IT.
Menyadari hal itu, akhirnya, Kementerian Perdagangan setuju untuk mendukung paviliun Indonesia di CeBIT. “Tahun ini ada penambahan peserta dari perusahaan bidang gaming, virtual reality, dan outsourcing,” tambahnya.
Bagi Benny Adham, Chief Executive PT. Delapan Sebelas Indonesia yang ikut sebagai peserta di Paviliun Indonesia melihat celah bisnis di bidang Teknologi Analitik. Menurut pengamatannya, karena teknologi analitik merupakan bidang baru, siapapun yang terjun di bidang itu adalah pemain baru, sehingga semua ada dalam level yang sama.
“Di sinilah kesempatannya. Tantangan yang Indonesia hadapi lebih besar dari negara lain. Kalau bicara analisa terhadap traffict komunikasi misalnya, satu operator Indonesia bisa punya 100 juta pelanggan. Indonesia punya kesempatan lebih besar untuk mengembangkan teknologi lebih jauh,” lanjutnya. Perusahaan yang dipimpinnya itu telah menandatangani sebuah MOU dengan perusahaan asing di hari kedua pameran CeBIT.
Laporan: Miranti Hirschmann (Jerman)
(mus)