Mahasiswa AS Dijatuhi Vonis 15 Tahun Kerja Paksa di Korut
- Reuters/KCNA
VIVA.co.id – Mahkamah Agung Korea Utara menghukum mahasiswa Amerika, Otto Warmbier, dengan tuduhan kejahatan terhadap negara. Warmbier dijatuhi hukuman 15 tahun kerja paksa oleh pemerintah Korea Utara.
Mahasiswa University of Virginia tersebut ditahan pada 4Januari 2016, saat telah berada di pesawat menjelang lepas landas, setelah mencoba mencuri barang bertuliskan slogan propaganda dari hotelnya di Pyongyang Korea Utara. Ia ditahan atas tuduhan melakukan kejahatan pada negara Korea Utara.
Human Rights Watch mengecam hukuman yang dijatuhkan kepada mahasiswa dari Wyoming, Ohio tersebut. Kantor berita Jepang, Kyodo, menampilkan foto Warmbier yang digiring dari ruang sidang oleh dua petugas berseragam, dengan kepala tertunduk dan tampak tertekan.
"Hukuman Korea Utara kepada Otto Warmbier sampai 15 tahun kerja paksa adalah suatu keputusan yang keterlaluan dan tidak dapat diizinkan," kata Phil Robertson, wakil direktur divisi Asia HRW, dikutip dari Reuters, Rabu, 16 Maret 2016.
Bulan lalu, Warmbier dalam konferensi pers di Pyongyang menyebutkan bahwa kejahatannya adalah hal yang "sangat parah dan direncanakan." Saat itu, Warmbier sedang mengikuti tur selama lima hari untuk merayakan tahun baru di Korea Utara, ketika ditangkap oleh pihak imigrasi.
Korea Utara memang memiliki sejarah panjang dalam kasus penahanan orang asing, dan memanfaatkan seorang tahanan Amerika di masa lalu untuk mendatangkan seorang pejabat tinggi Amerika, ke negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan AS tersebut.
Korut juga pernah menahan seorang pendeta Kristen Korea-Kanada dan dijatuhi hukuman kerja paksa seumur hidup pada Desember lalu karena dituduh melakukan kejahatan subversi.
Mantan Gubernur Bill Richardson dari New Mexico, telah melakukan perjalanan ke Korea Utara. Ia juga bertemu Duta Besar Korea Utara untuk PBB pada hari Selasa, 15 Maret 2016, untuk mendesak pembebasan Warmbier.
"Saya mendesak pembebasan kemanusiaan dari Otto, dan mereka setuju untuk menyampaikan permintaan kami," ujar Richardson.
Â
Meskipun Amerika dan Kanada meminta warga mereka menghindari negara tersebut, namun sekitar 6.000 orang Barat tetap mengunjungi negara tersebut setiap tahun. Sebagian besar pengunjung tersebut penasaran dengan kehidupan di negara komunis, dan mengabaikan kritik yang mengatakan bahwa dolar dari wisatawan Barat tersebut hanya akan dimanfaatkan untuk menyokong rezim represif. (ase)
Laporan : Dinia Adrianjara
Â