Sampai Kapan pun, AS Tetap Butuh Israel di Timur Tengah
- www.aljazeera.com
VIVA.co.id - Wakil Presiden Amerika Serikat, Joe Biden tiba di Tel Aviv, Israel pada Selasa, 8 Maret 2016, setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu membatalkan kunjungannya ke Washington DC yang dijadwalkan akhir Maret.
Tak bisa dipungkiri, AS telah lama 'menutup mata' atas perluasan pembangunan pemukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki. Selain itu, ada faktor lain mengapa Washington sedemikian 'setia' sehingga tidak bisa mengambil tindakan keras dan tegas terhadap Tel Aviv.
"Salah satunya karena pendonor dana terbesar AS berasal dari bantuan luar negeri berkat kekuatan lobi Israel di Washington DC," ujar Ghada Hashem Talhami, guru besar politik dari Lake Forest College, Chicago, AS, sepertik dikutip dari situs Sputniknews, Kamis, 10 Maret 2016.
Ia juga mengatakan, hubungan Israel dan AS tetap ditentukan oleh lobi-lobi Yahudi di Washington, serta para pelaku kepentingan yang mendominasi sistem perpolitikan Paman Sam.
"Para pelobi Israel ini sudah lama 'mengakar' di AS. Apapun tindakan Israel di sana (Palestina) tidak akan mempengaruhi kebijakan di sini (AS)," kata Talhami.
Sikap Obama
Hal ini, lanjut dia, bukanlah hal yang mengagetkan karena lobi Israel sudah ada selama puluhan tahun dan mendikte kebijakan luar negeri AS.
Menimbang bahwa tahun ini adalah tahun pemilu di AS, Talhami mengatakan, Partai Demokrat, yang diwakili oleh Biden dan Obama, dinilai tidak akan mampu membuat Israel terasing.
"Buktinya adalah kunjungan Biden ke Timur Tengah setelah Netanyahu batal berkunjung," tutur dia.
Menurutnya, dunia internasional memiliki harapan besar terhadap Presiden Obama untuk menekan Israel di Palestina. Namun sayang, lanjut Talhami, harapan itu mungkin saja sirna.
"Obama dianggap bisa menentukan sikap yang berbeda terhadap Israel. Setidaknya membatalkan pembangunan pemukiman di wilayah pendudukan. Tapi, saya jamin, siapa pun presidennya, ia akan melakukan hal yang sama seperti pendahulunya," tegas dia.
Di bawah 'ketiak' Israel
Tak hanya kekuatan lobi Israel. Talhami juga mengungkapkan, faktor lain mengapa keduanya tidak lepas yaitu sisi geostrategis, di mana AS sangat perlu Israel untuk memperpanjang kekuasaannya di Timur Tengah, khususnya kekayaan sumberdaya alam (SDA).
Dengan begitu, kata Talhami, tidaklah heran mengapa Israel menerima US$Â miliar dari AS setiap tahunnya, yang sebagian besar digunakan untuk membangun persenjataan militer.
"Dan sekarang, mereka (AS) berencana menambah bantuan hingga mencapai US$40 miliar untuk sepuluh tahun ke depan," kata dia.
Namun, Talhami mengatakan, masih ada waktu bagi pemerintahan Obama untuk bertindak 'sedikit berani' terhadap Israel sebelum masa jabatannya berakhir.
"Satu-satunya harapan sekarang adalah Obama harus punya keberanian untuk mengambil sikap dengan menahan bantuan ekonomi Israel. Karena uang dari AS inilah dihabiskan Israel untuk memperluas pemukiman ilegal. Karena sangat jelas, AS di mata negara lain seperti menunjukkan super power, namun tidak Israel. Mereka hidup 'di bawah ketiaknya'," tegas Talhami.
Adapun bentrokan yang terjadi antara pemukim Israel dan warga Palestina, meski tak menyebut nama, Talhami justru menyalahkan media asal Paman Sam karena menulis berita kebohongan kepada publik AS yang menyebut Palestina sebagai teroris.
"Dalam bentrokan, sebagian besar warga yang terbunuh adalah anak-anak Palestina," kata Talhami. Mereka juga memiliki hak untuk membela diri dan hak di bawah lindungan hukum internasional.
"Karena itu hak-hak mereka seharusnya setara dengan yang lain. Tempat tinggal mereka tidak boleh diusik dengan seenaknya, tanah mereka tidak boleh diambil dengan paksa. Mereka tidak boleh diperlakukan seperti penjahat perang saat pemeriksaan di pos penjagaan," kata Talhami. (ase)