ELSAM Kecam Kedatangan Presiden Sudan
- ANTARA FOTO/OIC-ES2016/Puspa Perwitasari/foc/par/16.
VIVA.co.id – Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menyesalkan dan mengecam keras keputusan Pemerintah Indonesia yang menyambut kehadiran Presiden Sudan, Omar Al-Bashir, untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa ke-5 Organisasi Konferensi Islam (KTT-OKI) 2016.
Omar Al-Bashir merupakan orang yang disangkakan oleh Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) bertanggung jawab atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida kepada penduduk sipil, khususnya terhadap etnis Fur, Masalit dan Zaghawa, sepanjang tahun 2003 sampai tahun 2008.
Atas perbuatan al-Bashir, tahun 2009 dan 2010 Mahkamah mengeluarkan surat perintah penahanan (arrest warrant) untuk Bashir dan menempatkannya sebagai salah satu orang yang paling dicari untuk diadili di Den Haag, Belanda.
Dalih pemerintah Indonesia, yang mengatakan Indonesia tak terikat dengan ICC dibantah ELSAM. "Meskipun Indonesia belum menjadi negara pihak dari Statuta Roma untuk ICC, namun sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1593 (2005), pada butir 2 operative clause secara tegas menekankan pentingnya kerja sama antara negara-negara non-anggota dengan Mahkamah. Hal ini untuk mendukung program kerja ICC dalam menyelesaikan situasi di Darfur, Sudan," demikian pernyataan ELSAM dalam rilis yang diterima VIVA.co.id, Selasa, 8 Maret 2016.
ELSAM menambahkan, mengingat status keterikatan resolusi tersebut bagi semua negara anggota PBB, sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 25 Piagam PBB 1945, maka sekalipun Indonesia belum menjadi anggota ICC, ia tetap terikat akan kewajiban yang tertuang dalam resolusi tersebut. Berbeda halnya ketika Al-Bashir tidak menghadiri Konferensi Asia-Afrika 2015 yang lalu.
Ironisnya, saat ini Pemerintah Indonesia malah mengingkari kewajiban internasionalnya tersebut dengan mengizinkan seorang buronan internasional menginjakkan kaki dan menghadiri pertemuan akbar antar-negara berpenduduk muslim sedunia, yang berlangsung dari tanggal 6-7 Maret 2016.
Penerimaan dari Pemerintah Indonesia itu bertentangan dengan semangat yang ingin dibawa dalam KTT-OKI, untuk bersatu mencapai solusi (United for a Solution) dalam mengatasi pelanggaran nilai-nilai dasar HAM dan kemanusiaan di Palestina, dan bukan untuk menjadi bagian dari masalah itu sendiri. Dengan menerima Al-Bashir ke Indonesia, hal ini malah memperlemah diplomasi HAM Indonesia di tingkat internasional, yang secara tidak langsung mendorong pelanggengan impunitas yang telah dilakukan Presiden Sudan tersebut.
Oleh karena itu, ELSAM sebagai bagian dari Indonesian Coalition of International Criminal Court (Indonesian CICC), mendesak, Pemerintah Indonesia untuk memberikan klarifikasi terbuka dengan suatu pernyataan resmi, atas keputusan penerimaan Al-Bashir untuk menghadiri Konferensi Luar Biasa OKI ke-5.
Keputusan ini telah melahirkan tanda tanya besar atas komitmen Pemerintah Indonesia untuk segera meratifikasi Statuta Roma, sebagai bagian yang tak terpisahkan untuk memotong mata rantai impunitas, dan mendorong adanya akuntabilitas atas berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia.
Terakhir, ELSAM kembali mengingatkan kepada Pemerintah Indonesia untuk segera meratifikasi Statuta Roma agar pengingkaran seperti ini tidak akan terjadi lagi. Selain itu, upaya perlawanan terhadap praktik impunitas yang masih hidup dan mengakar di tingkat internasional dewasa ini, juga dapat diredam dengan bergabungnya Indonesia bersama ICC, sekaligus memastikan tidak adanya lagi kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat di Indonesia pada masa mendatang (non-recurrence).
(mus)