Arab Saudi Lakukan Eksekusi Mati Dua Hari Sekali
Rabu, 26 Agustus 2015 - 15:24 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id
- Organisasi Amnesti Internasional mengkritik Pemerintah Arab Saudi karena memberlakukan hukuman mati secara berlebihan. Berdasarkan data yang mereka miliki, sebanyak 175 orang dieksekusi mati dalam 12 bulan terakhir.
Laman International Business Times (IBT), Selasa, 25 Agustus 2015, melansir data terbaru yang menyebut 102 eksekusi mati telah dilakukan dalam enam bulan pertama.
Artinya, setiap dua hari sekali akan ada eksekusi mati. Muncul dugaan, tidak sedikit orang yang tak layak untuk dieksekusi mati, karena mereka melakukan tindak kriminal seperti perzinahan, penghinaan terhadap agama, melakukan sihir, penyelundupan narkoba dan pembunuhan.
Sementara, aturan tersebut diberlakukan berdasarkan Hukum Syariah. Bahkan, beberapa terpidana mati ditolak aksesnya untuk didampingi pengacara dan dipaksa mengaku karena disiksa.
Cara serupa juga diterapkan kepada pelaku tindak kejahatan yang masih remaja dan mereka yang mengalami gangguan kejiwaan.
"Kekeliruan sistem keadilan Arab Saudi justru memfasilitasi eksekusi dalam jumlah besar," kata Direktur Sementara Amnesti Internasional untuk program regional Timur Tengah dan Afrika Utara, Said Boumedouha.
Arab Saudi merupakan salah satu negara dengan pemberlakukan hukuman mati terbanyak di dunia, selain Tiongkok dan Iran. Beberapa hukuman mati dilakukan dengan pemenggalan kepala. Sementara metode lainnya yakni ditembak mati oleh regu tembak.
Hampir setengah di antara mereka yang menjadi korban adalah para pendatang dari luar negeri. Permintaan mereka untuk disediakan penerjemah dalam persidangan ditolak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian hukum termasuk pernyataan yang sama sekali tidak dimengerti olehnya.
Laporan menyatakan sistem peradilan berbasis syariah Arab Saudi tidak memiliki definisi yang jelas tentang pelanggaran dan hukuman.
Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah mengenai dua kakak-beradik yang dihukum atas tuduhan menggunakan obat-obatan terlarang setelah diduga menerima ganja dalam jumlah besar. Mereka juga dipaksa untuk mengaku usai dipukul dan kurang tidur.
Menurut Boumedouha, menghukum mati ratusan orang melalui proses hukum yang cacat adalah sesuatu yang memalukan.
"Penggunaan hukuman mati tetap tidak layak dalam segala situasi dan sangat disayangkan ketika tetap diberikan walaupun proses persidangan berjalan tidak adil," ujar Boumedouha. (ase)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Sementara, aturan tersebut diberlakukan berdasarkan Hukum Syariah. Bahkan, beberapa terpidana mati ditolak aksesnya untuk didampingi pengacara dan dipaksa mengaku karena disiksa.