Kisah Pilu Korban Bom Atom Hirosima
Kamis, 6 Agustus 2015 - 11:00 WIB
Sumber :
- REUTERS/Toru Hanai
VIVA.co.id
- Hiroshi Harada mengenang bagaimana kakinya terantuk pada salah satu tubuh, yang tergeletak di salah satu jalanan sempit Hiroshima 70 tahun lalu, saat dia berusaha menyelamatkan diri dari kobaran api, yang menyebar setelah ledakan bom atom.
"Kaki saya terjepit pada salah satu dari mereka, dan sulit untuk menariknya. Saya tidak punya pilihan," kata Harada yang saat itu berusia 6 tahun. Mantan kepala museum bom atom itu kini berusia 75 tahun, seperti dikutip dari
Reuters
, pada 6 Agustus 2015.
Terlepas dari situasi itu, di lokasi lain seorang wanita memegang kakinya, meminta air minum. Harada melangkah penuh ketakutan, melihat serpihan daging segar dari tangan wanita itu, yang menempel pada kakinya.
Setelah 70 tahun berlalu dari serangan bom atom pertama di dunia, pada 6 Agustus 1945 di Hiroshima, banyak korban yang dapat bertahan hidup, merasa terlalu pedih untuk membicarakannya. Namun mereka berpikir tetap harus menceritakannya pada generasi muda.
"Jumlah korban yang selamat akan terus berkurang, suara mereka semakin tidak terdengar," kata Harada. "Tapi Hiroshima perlu terus mengirimkan pesan pada dunia, bahwa peristiwa seperti ini jangan sampai terjadi lagi."
Banyak yang enggan membicarakan pengalaman, bahkan dengan anak-anak mereka, karena merasa masa lalu terlalu menakutkan. Shigeo Ito yang ketika itu berusia 15 tahun, bercerita bagaimana dia berusaha kembali ke rumah setelah ledakan bom atom.
Di tengah jalan dia bertemu seorang wanita, meminta bantuannya menolong seseorang yang terjebak dalam puing rumahnya. Shigeo mengabaikan permintaan itu, karena melihat kobaran api telah mencapai jembatan menuju rumahnya.
"Bahkan hingga lama setelah itu, saya tidak pernah dapat menghilangkan perasaan malu akan diri saya, setiap kali saya melihat jembatan itu," kata Shigeo yang kini berusia 84 tahun.
Shuntaro Hida, kini 98 tahun, melihat seorang wanita yang dia kira memakai pakaian compang-camping menggantung di tubuhnya. Namun kemudian dia menyadari, bahwa ternyata itu adalah kulit yang telah terkelupas.
Bagi Shuntaro, hal menakutkan dari serangan bom atom atau nuklir, terletak pada efek kesehatan. "Aspek terkejam dari serangan nuklir, bukan pada kerusakan tubuh manusia, tapi perusakan kehidupan yang jadi dampaknya."
Lima tahun setelah bom atom Hiroshima, jumlah orang yang tewas karena penyakit sebagai efek radiasi, terus meningkat. "Jika kita melupakan Hiroshima, dunia akan menjadi tempat berbahaya," kata Fumiaki Kajiya (76), yang kehilangan saudarinya akibat serangan bom atom.
Karena itu pada peringatan 70 tahun serangan bom atom, para korban menolak untuk berhenti berseru, mendesak dan memohon dimusnahkannya senjata nuklir dari dunia.
Baca Juga :
Kemampuan Rudal Korut Meningkat, AS Makin Resah
Terlepas dari situasi itu, di lokasi lain seorang wanita memegang kakinya, meminta air minum. Harada melangkah penuh ketakutan, melihat serpihan daging segar dari tangan wanita itu, yang menempel pada kakinya.
Setelah 70 tahun berlalu dari serangan bom atom pertama di dunia, pada 6 Agustus 1945 di Hiroshima, banyak korban yang dapat bertahan hidup, merasa terlalu pedih untuk membicarakannya. Namun mereka berpikir tetap harus menceritakannya pada generasi muda.
"Jumlah korban yang selamat akan terus berkurang, suara mereka semakin tidak terdengar," kata Harada. "Tapi Hiroshima perlu terus mengirimkan pesan pada dunia, bahwa peristiwa seperti ini jangan sampai terjadi lagi."
Banyak yang enggan membicarakan pengalaman, bahkan dengan anak-anak mereka, karena merasa masa lalu terlalu menakutkan. Shigeo Ito yang ketika itu berusia 15 tahun, bercerita bagaimana dia berusaha kembali ke rumah setelah ledakan bom atom.
Di tengah jalan dia bertemu seorang wanita, meminta bantuannya menolong seseorang yang terjebak dalam puing rumahnya. Shigeo mengabaikan permintaan itu, karena melihat kobaran api telah mencapai jembatan menuju rumahnya.
"Bahkan hingga lama setelah itu, saya tidak pernah dapat menghilangkan perasaan malu akan diri saya, setiap kali saya melihat jembatan itu," kata Shigeo yang kini berusia 84 tahun.
Shuntaro Hida, kini 98 tahun, melihat seorang wanita yang dia kira memakai pakaian compang-camping menggantung di tubuhnya. Namun kemudian dia menyadari, bahwa ternyata itu adalah kulit yang telah terkelupas.
Bagi Shuntaro, hal menakutkan dari serangan bom atom atau nuklir, terletak pada efek kesehatan. "Aspek terkejam dari serangan nuklir, bukan pada kerusakan tubuh manusia, tapi perusakan kehidupan yang jadi dampaknya."
Lima tahun setelah bom atom Hiroshima, jumlah orang yang tewas karena penyakit sebagai efek radiasi, terus meningkat. "Jika kita melupakan Hiroshima, dunia akan menjadi tempat berbahaya," kata Fumiaki Kajiya (76), yang kehilangan saudarinya akibat serangan bom atom.
Karena itu pada peringatan 70 tahun serangan bom atom, para korban menolak untuk berhenti berseru, mendesak dan memohon dimusnahkannya senjata nuklir dari dunia.
Baca Juga :
11-08-1984: Ronald Reagan Ungkap Lelucon Konyol untuk Soviet
Kontroversi politik yang membuat popularitasnya turun.
VIVA.co.id
11 Agustus 2016
Baca Juga :