Tak Sudi Ada Pengadilan Internasional MH17, Ini Alasan Rusia
Senin, 3 Agustus 2015 - 16:05 WIB
Sumber :
- REUTERS/Maxim Zmeyev
VIVA.co.id
- Rusia menggunakan hak veto, yang dimilikinya sebagai salah satu anggota permanen Dewan Keamanan PBB, atas upaya membentuk pengadilan internasional, untuk kasus penembakan pesawat Malaysia Airlines penerbangan MH17.
Wakil Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Alexander Shilin, Senin, 3 Agustus 2015 di Jakarta, mengatakan itu dilakukan Rusia karena resolusi yang diajukan oleh Belanda, Malaysia, Belgia, Australia dan Ukraina, tidak memiliki landasan hukum.
Baca Juga :
Peretas Serang Penyelidik Pesawat MH17
Wakil Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Alexander Shilin, Senin, 3 Agustus 2015 di Jakarta, mengatakan itu dilakukan Rusia karena resolusi yang diajukan oleh Belanda, Malaysia, Belgia, Australia dan Ukraina, tidak memiliki landasan hukum.
Selain itu kata Shilin, tidak ada preseden yang dapat digunakan untuk membenarkan pembentukan pengadilan internasional. "Pada dasarnya tidak ada preseden untuk membentuk pengadilan semacam itu," katanya, merujuk pada kasus 2001.
"Saya mengingatkan, pada saat pesawat sipil Rusia ditembak jatuh oleh Ukraina pada 2001, tidak ada pengadilan yang dibentuk. jadi kami percaya, gagasan sebuah pengadilan internasional tidak memiliki landasan hukum dan preseden," katanya.
Shilin menegaskan bahwa Rusia akan kembali menggunakan hak veto, jika Belanda mengajukan resolusi serupa. Namun Rusia disebutnya siap membantu proses penyelidikan tragedi MH17, jika dilakukan transparan dan tidak bias.
Rusia akan memberi bantuan, dalam mengungkap pelaku sebenarnya. Pesawat Boeing 777 Malaysia Airlines ditembak jatuh di Ukraina, dalam perjalanan dari Amsterdam ke Kuala Lumpur pada 17 Juli 2014.
Sebanyak 298 orang dalam pesawat tewas, termasuk 12 warga negara Indonesia. Hingga saat ini belum ada pihak yang dipastikan sebagai pelakunya, tapi negara-negara Barat menuding kelompok pemberontak Ukraina, yang mereka sebut didukung Rusia. (ren)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Selain itu kata Shilin, tidak ada preseden yang dapat digunakan untuk membenarkan pembentukan pengadilan internasional. "Pada dasarnya tidak ada preseden untuk membentuk pengadilan semacam itu," katanya, merujuk pada kasus 2001.