Prancis Waspada Tinggi Setelah Serangan di Pabrik Gas

Polisi Prancis berdiri di luar lokasi serangan di Chassieu dekat Lyon.
Sumber :
  • REUTERS/Ruben Sprich
VIVA.co.id
- Prancis meningkatkan keamanannya ke tingkat tertinggi, setelah polisi menemukan tubuh yang termutilasi, pada lokasi serangan di mana seorang pria berusaha meledakkan pabrik gas, milik perusahaan Amerika Serikat (AS).


Dilansir dari
The Guardian
, Sabtu, 27 Juni 2015, tersangka bernama Yassin Sahli (35), ditangkap pada lokasi di Saint-Quentin-Fallavier dekat kota Lyon. Sahli merupakan pekerja di perusahaan transportasi milik korban mutilasi.


Kepala korban ditemukan tergantung di pagar, dekat dua bendera dengan tulisan Arab, sementara tubuhnya ditemukan dalam pabrik. "Ini serangan teror, tidak ada keraguan," kata Presiden Prancis Francois Hollande.


Menteri Dalam Negeri Bernard Cazeneuve, mengatakan Sahli sebelumnya pernah diselidiki terkait radikalisasi, pada 2011 dan 2015, namun dia tidak memiliki catatan kriminal di kepolisian.


Sahli ketika itu dikaitkan dengan kelompok salafist di Lyon. Masih belum jelas apakah aksi mutilasi, serta upaya meledakkan pabrik itu bagian dari serangan militan, atau hanya dendam pribadi.


Tidak ada bukti untuk mengaitkan serangan Sahli dengan serangan di pantai Tunisia, serta aksi bom bunuh diri sebuah masjid di Kuwait, pada Jumat, 26 Juni 2015, yang menewaskan puluhan jiwa.


Hollande memimpin rapat keamanan di Istana Elysee, mengatakan telah meningkatkan keamanan hingga tingkat tertinggi. Prioritasnya adalah mencari jika pelaku memiliki rekan-rekan yang terlibat.
Balas Dendam Atas Serangan Teroris, Turki Serang Irak dan Suriah


Serangan Teroris Guncang Ankara Turki, 5 Orang Tewas 22 Luka-luka
Istri Sahli juga telah ditangkap, setelah saudara wanita Sahli dan seorang pria dilaporkan melintas beberapa kali di depan lokasi, sebelum penyerangan terjadi. Istri Sahli yang dikutip radio Europe 1, mengaku tidak terlibat serangan.

Sebut Hamas Teroris dan Bela Israel, Menlu Jerman Diserang Gelombang Protes Besar

Seorang pemuda Muslim berusia 23 tahun, Mehdi, yang tinggal 100 meter dari lokasi serangan, menyampaikan kekesalan atas tindakan Sahli. "Orang-orang ini mengklaim sebagai Muslim," ujarnya.


"Saya seorang Muslim. Ini adalah hari Jumat dan Ramadhan. Melakukan serangan pada Jumat selama bulan suci, sangat tidak menghormati Islam. Mereka mengaku Muslim tapi sebenarnya bukan," kata Mehdi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya