AS Bantah Masih Sadap Prancis

Para pemimpin negara G7 tengah berfoto usai KTT G7 di Jerman
Sumber :
  • REUTERS/Christian Hartmann
VIVA.co.id
AS Sadap Tiga Presiden Prancis
- Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, menjamin kepada sekutunya, Presiden Prancis, Francois Hollande, bahwa negaranya tidak lagi menyadap Prancis. Hal itu disampaikan Obama ketika menerima telepon dari Hollande pada Rabu kemarin, 24 Juni 2015. 

Senat AS Gagal Memperpanjang Program Penyadapan NSA
BBC edisi Rabu, 24 Juni 2015 melansir, Hollande geram begitu membaca berita bocoran dari situs Wikileaks hari Selasa 23 Juni 2015. Sebab, rumor AS menyadap Prancis sudah sering kali terdengar. 

Dedi Mulyadi Unggul Sementara di Jabar, AKP Dadang Jadi Sorotan karena Bebas Merokok saat Diperiksa
Berdasarkan laporan Wikileaks pada Selasa kemarin, Badan Keamanan Nasional (NSA) telah menyadap komunikasi tiga Presiden Prancis berturut-turut. Mulai dari Hollande, Nicolas Sarkozy dan Jacques Chirac periode antara tahun 2006 hingga 2012.

Merasa berang dengan sikap sekutunya itu, Hollande lantang mengatakan tak akan mentoleransi ancaman apa pun terhadap keamanan Prancis. 

Dia langsung menggelar dua pertemuan darurat. Pertama, dengan pejabat berwenang Prancis di bidang keamanan. Kedua, dengan anggota parlemen. Pejabat intelijen Prancis rencananya juga akan terbang ke Washington DC untuk mengklarifikasi kebenaran berita itu. 

Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius, juga memanggil Duta Besar AS untuk Prancis, Jane Hartley untuk membahas mengenai bocoran Wikileaks itu. Perdana Menteri Manuel Valls, menyerukan AS agar segera memperbaiki kerusakan hubungan yang muncul akibat terkuaknya rumor ini. 

"Presiden Obama mematuhi komitmennya kepada mitra kami Prancis di akhir tahun 2013 lalu, bahwa kami tidak akan dan tidak lagi menyasar komunikasi Presiden Prancis," ujar perwakilan Gedung Putih dalam sebuah pernyataan tertulis dan dikutip Reuters.

Pernyataan Gedung Putih itu diperkuat oleh kalimat Menlu John Kerry. Dia menyebut tidak mungkin AS akan melakukan penyadapan intelijen kecuali ada beberapa hal spesifik dan sesuai dengan kepentingan nasional mereka. 

"Saat ini, saya kira tidak ada hal semacam itu," kata Kerry berbicara dalam sebuah jumpa pers. 

Tetapi pertanyaannya saat ini, apakah AS memang mematuhi komitmen itu. Sebelumnya, NSA juga diketahui dituding telah memata-matai Kanselir Jerman, Angela Merkel, Presiden Brasil dan Meksiko.

Sama seperti jawaban kepada Hollande, melalui telepon dengan Merkel, Obama berjanji penyadapan ke ponsel pribadi Kanselir Jerman itu tak akan terjadi lagi. 

Sementara itu, selain menjanjikan hal serupa kepada Hollande, kedua pemimpin juga fokus untuk membahas prinsip yang seharusnya dimiliki oleh pemerintah yang menjadi sekutu. Khususnya dalam isu intelijen. 

Dokumen yang dibocorkan oleh Wikileaks diberi judul "Penyadapan Elysee" - yang merujuk kepada Istana kediaman Presiden Prancis. Dalam dokumen yang sengaja dibocorkan itu, disebut NSA telah memantau komunikasi tiga Presiden Prancis. 

Bocoran dokumen Wikileaks kini telah dipublikasikan di harian Prancis, Liberation dan situs investigasi di dunia maya. 

Dari sekian banyak data yang diungkap antara lain menyangkut pembahasan Hollande di tahun 2012 lalu terkait kemungkinan Yunani akan keluar dari grup Uni Eripa.

Kemudian, di tahun 2011, mengenai keputusan Sarkozy yang tetap bersikeras menghidupkan kembali pembicaraan damai antara Israel dengan Palestina. Saat itu, kemungkinan pembicaraan damai itu tak akan melibatkan AS. 

Kemudian di tahun 2010, pejabat berwenang Prancis diduga telah mengetahui mereka disadap oleh Negeri Paman Sam. Prancis kemudian berniat untuk mengajukan protes. 

Dari rangkuman komunikasi yang berhasil disadap, diketahui Dubes Prancis untuk AS dan penasihat diplomatik Sarkozy berencana menyampaikan rasa kekecewaan mereka. Sebab Negeri Paman Sam tidak juga bersedia untuk meneken kerja sama bilateral di bidang intelijen. 

"Intinya, AS tetap masih berkeinginan untuk menyadap Prancis" tulis rangkuman di dokumen itu. 

Tidak diketahui dengan jelas apakah data-data itu diperoleh dari dokumen milik mantan agen NSA, Edward Snowden. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya