Politikus Australia Dinilai Munafik Soal Bayar Penyelundup

Sumber :
  • REUTERS/Sean Davey
VIVA.co.id
- Terungkapnya skandal pembayaran ribuan dolar dari Australia, pada para anggota sindikat perdagangan manusia, mencuat menjadi isu politik yang panas di Canberra pada akhir pekan lalu.


Michael Gordon, editor politik
The Age
dalam artikelnya di
Sydney Morning Herald
(SMH), Rabu, 17 Juni 2015, pemimpin Partai Buruh Bill Shorten, menjadikannya isu panas pada Senin, 15 Juni.


Shorten dan koleganya, segera menekan pemerintahan PM Tony Abbott, untuk memberi konfirmasi apakah benar dana pembayar pajak publik Australia, digunakan untuk membayar penyelundup manusia.


Mereka berargumen pembayar pajak Australia punya hak untuk tahu. Abbott menolak untuk menjawab benar atau tidak, demikian juga dengan Menteri Imigrasi Peter Dutton dan Menlu Julie Bishop.


Penolakan itu semakin menambah tekanan, hingga terungkap bahwa pembayaran pada sindikat perdagangan manusia, ternyata telah berlangsung setidaknya sejak 2010.


Beberapa sumber mengatakan itu terjadi sejak Buruh berkuasa, sehingga media pun bertanya pada Buruh, dalam hal ini Bill Shorten. Sama seperti Abbott, dia menolak membenarkan atau membantah.


Partai Buruh hanya menyatakan, bahwa mereka tidak pernah membayar penyelundup, agar sindikat membawa kapal berputar arah, seperti yang dituduhkan pada pemerintahan Abbott.


Tapi apa yang terjadi memperlihatkan hipokrisi dua kubu politik utama Australia. "Inikah akhir dari isu pembayaran bagi penyelundup manusia?" tulis Gordon dalam artikelnya.


Masalah Pencari Suaka Dibahas di Bali Proccess
Gordon menyebut kedua kubu bersalah karena membayar penyelundup, dan karena menolak berkomentar atas aktivitas intelijen Australia, yang terlibat dalam pembayaran suap bagi jaringan kejahatan terhadap kemanusiaan. (ren)
Bali Process Didorong Jadi Forum Dialog Kebijakan
Sebagian peserta Bali Process berfoto menjelang pembukaan, Selasa, 22 Maret 2016

RI Berbagi Beban Masalah Pengungsi Lewat 'Bali Process'

Indonesia jangan sendirian tangani masalah pengungsi di Asia Tenggara.

img_title
VIVA.co.id
24 Maret 2016