Sultan Johor Dukung Bahasa Inggris Jadi Bahasa Pengantar
Jumat, 12 Juni 2015 - 10:35 WIB
Sumber :
- Kesultanan Johor
VIVA.co.id
- Sultan Ibrahim Ibni Almarhum Sultan Iskandar dari Kesultanan Johor mendukung penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di Malaysia. Dia melihat bahasa Inggris setara mata uang dolar Amerika Serikat (AS), diterima dan digunakan di negara mana pun di dunia.
Hal itu disampaikan Ibrahim, generasi kelima Kesultanan Johor, Malaysia, yang naik tahta pada 23 Maret 2015 lalu, dalam wawancara dengan
The Star
, yang dipublikasi pada Jumat, 12 Juni 2015.
Maka, Ibrahim mendukung diaplikasikannya bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan di Malaysia. Dia pun menyebut negara tetangga Malaysia, Singapura, sebagai contoh.
"Singapura adalah tetangga terdekat. Kita tidak perlu melihat jauh, kita semestinya mengemulasi mereka sebagai negar, yang telah mencapai kemajuan jauh di depan kita," ucapnya.
Dia mengatakan ada beberapa politisi di Malaysia yang dalam penyangkalan diri, atau memilih bermain politik dengan pendidikan. "Mereka ingin jadi pahlawan dari ras mereka," kata Ibrahim.
"Mereka Bicara tentang nasionalisme, tapi pada akhirnya apakah mereka mengirimkan anak-anaknya sekolah di Australia dan Inggris, untuk belajar dalam bahasa Melayu?"
Ibrahim menegaskan ada banyak orang-orang hipokrit. "Satu hal yang dapat kita pelajari dari Singapura, adalah cara mereka membentuk kesatuan nasional dari sistem pendidikan," ucapnya.
Menurut dia, penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, justru sangat efektif dalam pembangunan Singapura dan menyatukan warga mereka, apa pun ras atau agamanya.
"Sekolah-sekolah berbahasa Inggris adalah wilayah yang netral. Kita dulu memiliki sekolah-sekolah seperti itu di Malaysia, hingga itu dirubah. Apa dulu ada masalah?" katanya.
Kondisi saat ini justru menurutnya memprihatinkan, karena kelancaran berbahasa Inggris pada generasi muda menurun, sementara anak-anak dari beragam ras juga tidak berbaur.
"Orang Melayu masuk sekolah negeri, di mana orang China merasa teralienasi, lalu orang India masuk sekolah-sekolah Tamil. Lalu di mana persatuan? Semua ini menyebabkan perpecahan," ujarnya.
Pada akhirnya persatuan nasional sulit tercapai. "Ya, kita mengatakan kita adalah satu Malaysia. Sayangnya, saya melihat semua ini sebagai lima Malaysia," kata Ibrahim.
"Ada tapi itu hanya tersedia bagi kelas menengah ke atas. Jadi, kita akan segera memiliki isu kelas. Ini semua karena perencanaan dan pemikiran yang rabun dari para politisi kita, " ujar Ibrahim.
Dia menegaskan bahwa baginya, pendidikan adalah dasar untuk menciptakan generasi masa depan, yang akan membangun negeri.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Dia menegaskan bahwa baginya, pendidikan adalah dasar untuk menciptakan generasi masa depan, yang akan membangun negeri.