KAA Bukan Ajang Pamer Kedekatan RI dengan Tiongkok

Presiden Joko Widodo melakukan historical walk di Bandung
Sumber :
  • REUTERS/Bay Ismoyo
VIVA.co.id
Sambangi RI, Sekjen OKI Bahas Upaya Pemberantasan Terorisme
- Deputi Wakil Presiden Bidang Politik, Dewi Fortuna Anwar, menepis anggapan penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada akhir April lalu dijadikan ajang pamer bagi Indonesia untuk menunjukkan kemesraan antara Tiongkok dengan RI. Menurutnya, semua negara yang hadir di peringataan ke-60 KAA merupakan tamu penting bagi Indonesia.
Megawati: Perang Tak Selesaikan Masalah Timur Tengah

Ditemui
Konferensi Asia Afrika Didaftarkan ke UNESCO
VIVA.co.id
usai menjadi pembicara mengenai dampak KAA bagi ASEAN pada Selasa, 5 Mei 2015 di Universitas Bakrie di kawasan Epicentrum, Jakarta Selatan, Dewi menyebut tanpa harus digelar KAA, hubungan kedua negara memang telah dekat. Kedekatan itu semakin terasa ketika Tiongkok dan RI meneken kemitraan strategis.


"Lagipula Presiden Joko Widodo kan baru saja kembali dari Tiongkok dan Jepang. Kalau soal kenapa warna batiknya kembar, saya kurang tahu," ujar Dewi.

Dia menyebut alasan Presiden Tiongkok, Xi Jinping bisa begitu mendominasi ketika peringatan puncak di Bandung pada 24 April lalu, karena Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe memilih pulang lebih awal, karena ada isu parlemen.

"Kalau Abe ikut hadir ke Bandung, saya yakin Beliau juga akan berada di depan dan berjalan di samping Pak Jokowi," imbuh Dewi.

Dalam penyelenggaraan KAA kemarin, Dewi menambahkan, Indonesia berusaha menunjukkan RI adalah penggerak utama dari bertautnya dua benua yang lokasinya berjauhan. Justru Indonesia turut mengingatkan kepada sesama rekan di kawasan Asia dan Afrika, bahwa RI memiliki peranan yang besar dalam penyelenggaraan ini.

Oleh sebab itu, sebagai negara yang besar, Indonesia, kata Dewi, jangan hanya mementingkan kepentingan dalam negeri saja.

"Sebab, justru di saat kita baru merdeka dan belum menjadi negara seperti sekarang, Indonesia bahkan telah menyuarakan nasib negara-negara sepenanggungan lain. Kita justru memiliki tanggung jawab untuk membagi pengalaman dengan negara-negara lain," kata dia.

Bantahan serupa pernah disampaikan oleh pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah. Reza, begitu dia biasa disapa, menjelaskan kedekatan yang coba disampaikan Jokowi belum tentu akan mencerminkan kebijakan luar negeri Indonesia ke depan. Bisa jadi, mantan Gubernur DKI Jakarta itu tengah memainkan politik wayang orang Jawa. Sehingga bisa menaikkan posisi tawar Indonesia di dunia internasional.

"Pak Jokowi memiliki latar budaya Jawa dan orang Jawa kerap bermain wayang. Apa yang terjadi di depan panggung, belum tentu mencerminkan kejadian di balik layar," kata Reza yang dihubungi VIVA.co.id beberapa waktu lalu.

Artinya, bisa saja Jokowi menciptakan impresi dengan Tiongkok, sambil menanti negara lain juga melakukan pendekatan ke Indonesia.

"Bisa saja Tiongkok mengatakan kepada Indonesia: 'Anda ingin mengerjakan proyek ini, butuh dana berapa?' Sementara itu, tidak mungkin keseluruhan proyek dikerjakan oleh Tiongkok, pasti dibagi juga ke negara lain," kata dia.

Kedekatan kedua negara terlihat begitu jelas di saat Xi menjadi tamu di peringatan 60 tahun KAA. Sejak awal dia tiba di Jakarta Convention Centre (JCC) hingga ke peringatan historical walks, Xi selalu berada di samping Jokowi.

Belum lagi, saat santap malam,. Dari semua pemimpin, hanya batik Xi yang berwarna senada dengan Jokowi.

Bahkan, Tiongkok diberi kehormatan untuk mewakili negara dari kawasan Asia menandatangani Deklarasi Bandung. Negara dari kawasan Afrika diwakilkan kepada Swazilan. (ren)
Menlu RI, Retno LP Marsudi.

RI Terima 200 Permintaan Bantuan Negara Lain

Jumlahnya terus bertambah hingga saat ini.

img_title
VIVA.co.id
9 November 2015