Lee Kuan Yew dan Pemerintahan (III)
Senin, 23 Maret 2015 - 08:04 WIB
Sumber :
- REUTERS/Jason Reed/Files
VIVA.co.id
- Lee Kuan Yew berhadapan dengan banyak persoalan, setelah Singapura memperoleh hak memerintah diri sendiri. Termasuk dalam hal pendidikan, perumahan dan pengangguran.
Setelah PM Malaya Tenku Abdul Rahman mengusulkan pembentukan Federasi Malaysia, yang meliputi Malaya, Singapura, Sabah dan Sarawak pada 1961, Lee mulai mengkampanyekan penyatuan.
Bagi Lee Kuan, Federasi Malaysia lebih dari cara mengakhiri kolonialisme Inggris. Namun krusial bagi kelangsungan Singapura, negara kecil tanpa sumber daya alam.
Dia menggunakan hasil referendum 1 September 1962, di mana 70 persen mendukung usulnya, untuk menyatakan bahwa rakyat mendukung penyatuan Singapura dengan Malaysia.
Pada 19 September 1963, Singapura menjadi bagian dari Federasi Malaysia. Namun tidak bertahan lama, karena pemerintah Malaysia yang dikuasai UMNO, merasa terancam dengan kekuatan PAP.
Lee Kuan secara terbuka menentang kebijakan Bumiputra, yang diberlakukan Malaysia untuk memberikan hak istimewa bagi masyarakat Melayu. Ketegangan terjadi antara PAP dan UMNO.
Baca Juga :
'Ahok, Lee Kuan Yew dari Jakarta'
Setelah PM Malaya Tenku Abdul Rahman mengusulkan pembentukan Federasi Malaysia, yang meliputi Malaya, Singapura, Sabah dan Sarawak pada 1961, Lee mulai mengkampanyekan penyatuan.
Bagi Lee Kuan, Federasi Malaysia lebih dari cara mengakhiri kolonialisme Inggris. Namun krusial bagi kelangsungan Singapura, negara kecil tanpa sumber daya alam.
Dia menggunakan hasil referendum 1 September 1962, di mana 70 persen mendukung usulnya, untuk menyatakan bahwa rakyat mendukung penyatuan Singapura dengan Malaysia.
Pada 19 September 1963, Singapura menjadi bagian dari Federasi Malaysia. Namun tidak bertahan lama, karena pemerintah Malaysia yang dikuasai UMNO, merasa terancam dengan kekuatan PAP.
Lee Kuan secara terbuka menentang kebijakan Bumiputra, yang diberlakukan Malaysia untuk memberikan hak istimewa bagi masyarakat Melayu. Ketegangan terjadi antara PAP dan UMNO.
Kerusuhan rasial pecah antara etnis Melayu dan China, yang berakhir dengan keputusan PM Malaysia untuk melepaskan Singapura. Perjanjian pemisahan ditandatangani pada 7 Agustus 1965.
Gagalnya penyatuan Singapura dan Malaysia, menjadi pukulan bagi Lee Kuan. Lee mengaku tidak dapat tidur dengan nyenyak, dan sakit setelah lepasnya Singapura dari Malaysia.
Beberapa tantangan yang harus dihadapi Singapura saat itu, adalah pasokan air bersih yang mengandalkan Malaysia, serta terbatasnya kapasitas pertahanan.
Singapura bergabung dengan PBB pada 21 September 1965, lalu membentuk ASEAN bersama empat negara lain, pada 8 Agustus 1967. Lee Kuan melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya ke Indonesia, pada 25 Mei 1973.
Singapura tidak pernah memiliki budaya dominan, di mana para imigran dapat berasimilasi, sekalipun Melayu merupakan bahasa dominan saat itu. Lee Kuan berusaha menciptakan identitas Singapura pada 1970an dan 1980an.
Lee Kuan menekankan pentingnya memelihara toleransi agama, serta harmoni antar etnis. Hukum yang tegas dibuat, bagi mereka yang berusaha memicu kekerasan etnis dan agama.
Ada tiga fokus utama Lee Kuan, yaitu keamanan nasional, ekonomi dan isu-isu sosial. Berakhirnya kolonialisme Inggris turut mengakibatkan hilangnya 50.000 lapangan kerja.
Walau pemerintah Inggris melanggar komitmen, untuk mempertahankan pangkalan militer sampai 1975, Lee memutuskan tidak merusak hubungan dengan London.
Dia meyakinkan Harold Wilson, agar infrastruktur militer yang ditinggalkan Inggris, dapat digunakan untuk kepentingan sipil daripada dihancurkan, seperti yang diatur dalam hukum Inggris.
Pada 1961, Dewan Pembangunan Ekonomi dibentuk untuk menarik investasi asing. Singapura menawarkan insentif pajak, serta penyediaan tenaga kerja berkemampuan tinggi, disiplin dan relatif murah.
Pemerintahan Lee Kuan menjalankan prinsip ekonomi kapitalis, namun dengan gaya komunis Stalin dengan kontrol yang ketat. Pemerintah mengatur alokasi tanah, pekerja dan modal.
Hampir semua perusahaan besar di bursa saham Singapura, dimiliki oleh pemerintah seperti dalam sistem komunis. Lee Kuan memastikan negaranya siap melesat sebagai negara industri.
Dia membangun infrastruktur modern untuk mendukung industrialisasi, seperti bandara, pelabuhan, jalan dan jaringan komunikasi. Dewan Pariwisata juga dibentuk untuk menciptakan banyak lapangan kerja.
Tingkat pengangguran Singapura yang mencapai 14 persen pada 1965, turun menjadi hanya 4,5 persen dalam waktu kurang dari satu dekade, pada 1973. Kebijakan yang kontrovesial, terbukti mendukung percepatan pembangunan ekonomi.
Lee Kuan menetapkan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi negara, sekalipun Singapura didominasi etnis Melayu, China dan India, yang telah terbiasa menggunakan bahasa Melayu.
Pada 1970an, para lulusan Universitas Nanyang yang berbahasa China, kesulitan mencari pekerjaan. Kecuali bagi yang telah menempuh pendidikan lanjutan di Inggris dan Amerika Serikat.
Lee Kuan membuat keputusan pada 1980an, agar Universitas Nanyang diambilalih oleh Universitas Singapura yang berbahasa Inggris, sesuai dengan keinginannya menghapus sekolah berbahasa China.
Kebijakan Lee Kuan berdampak luas bagi populasi Singapura, yang 70 persen merupakan etnis China. Generasi muda mereka memiliki kemampuan yang rendah dalam penggunaan Mandarin.
Seiring berkembangnya China sebagai kekuatan baru perekonomian dunia, Lee Kuan akhirnya merubah kebijakannya melarang sekolah berbahasa China, sebaliknya mendukung penggunaan bahasa China.
Seperti banyak negara-negara lain di Asia, Singapura tidak kebal dari penyakit korupsi. Lee Kuan mengakui, bahwa gaji besar yang diterima para menteri tidak dapat mencegah korupsi di Singapura.
Lee Kuan kemudian membuat undang-undang, memberi Biro Investigasi Tindak Korupsi (CPIB) kekuasaan lebih besar, untuk menangkap, memanggil saksi dan akses perbankan untuk penyelidikan.
Dukungan besar yang diberikan Lee Kuan, membuat CIPB dapat melakukan investigasi terhadap semua pejabat pemerintah. Sudah beberapa menteri yang dituntut karena korupsi.
Pada 1983 Lee Kuan memicu perdebatan terkait pernikahan, saat dia mendorong pria Singapura untuk lebih memilih wanita dengan pendidikan tinggi sebagai istri.
Dia merasa prihatin, dengan banyaknya wanita Singapura berpendidikan tinggi yang tidak menikah, termasuk putrinya. Unit Pembangunan Sosial pun didirikan, untuk mempromosikan sosialisasi diantara pria dan wanita berpendidikan tinggi.
Lee Kuan juga memperkenalkan insentif untuk para ibu yang berpendidikan tinggi, untuk memiliki anak ketiga dan keempat, berkebalikan dengan program keluarga berencana yang diterapkannya pada 1960an dan 1970an.
Setelah membawa PAP tujuh kali memenangkan pemilu, Lee Kuan mengundurkan diri pada 28 November 1990, setelah menyerahkan kepemimpinan pada Goh Chok Tong.
Saat Goh menjadi kepala pemerintahan, Lee Kuan tetap di kabinet menjabat Menteri Senior, yang berfungsi sebagai penasihat atau mentor.
Lee akhirnya mundur dari posisi Sekjen Partai pada November 1992, menyerahkan posisi itu pada Goh. Lee Kuan tetap menjabat Menteri Senior hingga 2011. (umi)![vivamore="
Baca Juga
:"]
[/vivamore]
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Kerusuhan rasial pecah antara etnis Melayu dan China, yang berakhir dengan keputusan PM Malaysia untuk melepaskan Singapura. Perjanjian pemisahan ditandatangani pada 7 Agustus 1965.