Pengamat: Tragedi Charlie Hebdo Menguak Isu Krusial Prancis

Mengutuk Aksi Terorisme, Jutaan Warga Prancis Turun ke Jalan
Sumber :
  • REUTERS / Charles Platiau
VIVAcoid - Pengamat politik Indo Strategi, Andar Nurbowo, mengatakan tragedi penyerbuan Charlie Hebdo, tidak hanya sekedar mengungkap terjadinya aksi teror yang paling menghancurkan di Prancis, tetapi turut menguak gunung es isu yang sudah lama ada di negara itu. Semua itu, kata Andar, sesungguhnya berakar dari gagalnya pemulihan krisis ekonomi, perpecahan politik, amburadulnya sistem sosial dan kian tingginya Islamofobia di sana. 
Ratu Rania Sindir Charlie Hebdo

Hal itu diungkap Andar dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat. Menurut pria yang kini tengah menyelesaikan disertasi doktoralnya di Universitas Sorbone, Paris, bibit radikalisme di Prancis, dimulai karena adanya sistem sekularisme yang terkadang sulit diterima oleh kaum imigran Muslim. Belum lagi ditambah semakin lebarnya jurang sosial antara kaum imigran dengan penduduk setempat. 
Keluarga Aylan Kurdi Kecam Charlie Hebdo

"Saya pernah mengunjungi tempat-tempat tinggal para kaum imigran (ghetto). Sebagian besar dari mereka tidak memiliki akses ke tingkat pendidikan, pekerjaan yang layak, kalah secara ekonomi dan politik," papar Andar. 
Tampilkan Satir Aylan Kurdi, Charlie Hebdo Tuai Kecaman

Belum lagi, lanjut Andar, Pemerintah Prancis malah kian getol membuat UU yang seolah membuat stigmatisasi negatif terhadap Islam. Perspektif keislaman pun kian terguncang, ketika menyaksikan budaya barat yang berlaku di sana. 

"Di mana kita bisa dengan mudah melihat pasangan berciuman di Menara Eiffel. Hal-hal semacam ini dianggap menusuk jantung keIslaman," imbuh dia. 

Oleh sebab itu, kaum muda di ghetto-ghetto mudah jatuh ke dalam rayuan kelompok radikal. Kelompok ini, ujar Andar, seolah menjanjikan perbaikan dibandingkan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Prancis. 

"Kaum muda imigran ini rentan terpengaruh ke dalam khotbah-khotbah yang seolah memberikan ketenangan, ketenteraman dan solidaritas," ujarnya.

Belum lagi satirisme merupakan sesuatu yang biasa dan telah menjadi bagian dari demokrasi di Prancis. Sementara, bagi kaum radikal, penghinaan terhadap Nabi Muhammad tidak bisa ditoleransi. 

"Bagi mereka itu sesuatu yang mengguncang mereka dan dianggap halal untuk dibunuh. Latar inilah yang menyebabkan Charlie Hebdo diserang dan dihalalkan darahnya," kata dia. 

Dari Penjara

Proses radikalisme sendiri, kata Andar, dengan mudah berlangsung di penjara. Sebagai contoh, pelaku penyerbuan Supermarket Kosher, Amedy Coulibaly, merupakan mantan narapidana yang berubah setelah bertemu guru spritualnya di penjara. 

"Para guru spiritual ini seolah memberikan pencerahan dan membuka mata, dengan memberikan alasan penyebab mereka bisa terjebak dalam gelombang kriminalitas. Guru spiritual radikal ini menjawab permasalahannya terletak pada isu sekularisme dan demokrasi," papar dia. 

Sementara, jawaban yang ditawarkan oleh guru spritual itu melalui doktrin keislaman radikal. Maka, usai menyelesaikan masa hukumannya, para napi ini menjadi propagator radikalisme dan menyebarkan ajaran itu ke generasi muda lainnya. 

"Mereka akan menyebarluaskan betapa bahayanya sekularisme, demokrasi dan budaya Eropa. Salah satunya, Kouachi bersaudara terpengaruh dengan rayuan untuk bertemu bidadari di surga dengan membunuh dewan redaksi Charlie Hebdo," ujar dia. 

Baca juga: 


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya