Pengumuman The Fed Turut Bikin Bursa Asia Tertekan
- REUTERS/Yuriko Nakao
VIVAnews - Indeks Nikkei Jepang cenderung menurun pada bursa Kamis 21 Agustus 2013 setelah risalah pertemuan terakhir Federal Reserve selaku bank sentral Amerika Serikat gagal meredakan kekhawatiran atas kebijakan pengurangan stimulus moneter besar-besaran untuk jangka pendek. Situasi ini membuat pasar saham di negera berkembang (emerging market) kawasan Asia berancang-ancang menghadapi sesi lain yang penuh gejolak.
Seperti diberitakan Reuters, para pelaku pasar mengatakan Nikkei kemungkinan akan diperdagangkan pada level antara 13.200 dan 13.500 pada bursa Kamis.
Indeks Nikkei naik 0,2 persen menjadi ke level 13.424,33 di sesi berombak pada perdagangan Rabu kemarin, dalam sebuah rebound yang meyakinkan dari level terendah selama penurunan tujuh minggu terakhir. Indeks Topix merosot 0,3 perden menjadi 1.121,74.
Nikkei berjangka di Chicago ditutup pada level 13.305 pada bursa Rabu, turun 0,7 persen dari penutupan Osaka 13.400.
Risalah itu menunjukkan anggota Federal Open Market Committee (FOMC) memiliki pendapat yang berbeda seperti ketika The Fed berencana untuk mulai mengurangi pembelian obligasi. Namun, secara keseluruhan materi risalah itu tidak mengubah perkiraan sekaligus kecemasan pasar terhadap pengetatan stimulus pada September mendatang.
"Risalah The Fed tidak membantu untuk meringankan ketidakpastian atas waktu dari rencana untuk pengetatan stimulus. Investor di pasar Asia akan terus khawatir tentang dampak pengetatan di emerging market," ujar Mitsushige Akino, analis pasar dari Ichiyoshi Asset Management.
"Fokus mereka sekali lagi akan berada di bagaimana saham Asia lainnya akan fare, terutama di India dan Indonesia."
Pasar negara berkembang di kawasan Asia, yang dipimpin oleh India dan Indonesia, telah memanas dalam beberapa pekan terakhir di tengah kekhawatiran tentang pergantian dalam kebijakan Fed.
Dalam perdagangan bursa kemarin, saham Wall Street dijual, dolar AS melonjak dan biaya pinjaman naik secara global. Hal ini dipandang sebagai kombinasi yang buruk bagi pasar negara berkembang, yang amat bergantung pada nilai tukar dolar murah untuk mendukung permintaan domestik dan dana kekurangan giro.
Analis mengatakan, investor juga menunggu sinyal baru dari data ekonomi China untuk bulan Agustus. Laporan HSBC mengenai perkembangan manufaktur terkait indeks pembelian manajer (Purchasing Manager Index/PMI), indikator utama dari aktivitas manufaktur bulanan, dijadwalkan akan dirilis hari ini. China juga merupakan pasar ekspor terbesar kedua di Jepang.
Mata uang Jepang diperkirakan akan mendukung Nikkei. Yen kini diperdagangkan di level 97,71 terhadap dolar, melemah dari level tertinggi dalam kurun tujuh minggu 95,81 yang dicapai awal bulan ini.
Pelemahan yen cenderung membuat ekspor-bergantung produk Jepang
lebih kompetitif di pasar global.
Indeks Nikkei naik 29 persen tahun ini, didorong oleh kebijakan ekspansif fiskal pemerintah Jepang dan Bank of agresif stimulus moneter Jepang. (adi)