- Istimewa.
VIVAnews - Para pemimpin perusahaan besar dunia yang terdiri atas 156 CEO menyerukan kepada pemerintah di seluruh dunia agar mengimplementasikan kewajiban melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). Seruan itu menjadi bagian dari peringatan 60 tahun Deklarasi Universal HAM.
Deklarasi ini diorganisir oleh Global Compact PBB dan telah dimuat di Financial Times. Deklarasi 156 CEO korporasi dunia ini merupakan komitmen dunia bisnis mendukung HAM. Ini juga pertanda dunia bisnis adalah bagian tak terpisahkan dari setiap upaya pemajuan HAM.
Deklarasi ini menggambarkan mulai tumbuhnya kesadaran dari sektor bisnis ikut bertanggung jawab menghormati dan menjadikan HAM sebagai agenda utama dalam aktivitas bisnis, termasuk juga di Indonesia.
Korporasi tingkat dunia yang berjumlah 156 tersebut antara lain adalah Standard Chartered, Unilever, Coca Cola, Carrefour, Levi Straus, Deutsche Bank AG, Credit Suisse, Cadbury, Bayer AG, Deutsche Lufthansa AG, Nestlé S.A., Ricoh Company, ltd., Volvo Group, The Coca-cola Company & Co, Fuji Xerox Co., Ltd, Rio Tinto dan Japan Airlines Corporation.
Dari Indonesia yang ikut memberi dukungan diwakili oleh CEO Wiloto Corp, Asia Pacific, Christovita Wiloto. "Deklarasi Universal harus didukung dalam aktivitas bisnis karena akan mempengaruhi reputasi dan kredibilitas perusahaan," ujar Christov.
Menurut dia, dunia bisnis jangan hanya berorientasi pada keuntungan semata, namun juga harus berperilaku etis, berupaya mengurangi kemiskinan dan memberikan kontribusi bagi kehidupan yang layak bagi masyarakat. Apalagi, saat ini lebih dari 900 juta orang menderita kelaparan dan kemiskinan.
Bangsa Indonesia harus lebih bijaksana dalam menerapkan konsep HAM, terutama yang berhubungan dengan bisnis dan daya saing negara. Misalnya, terkait hak atas kesehatan, keselamatan, keamanan produk, perlindungan ekonomi, hak atas ganti rugi, dan lain-lain merupakan hak-hak yang terpaut dengan HAM.
Selama ini, banyak pelanggaran HAM terjadi dalam dunia bisnis. Kasus itu menyangkut penyalahgunaan kepercayaan konsumen, beredarnya produk palsu atau di bawah standard, sisa-sisa makanan tidak dimusnahkan kemudian dikonsumsi masyarakat, dan tindakan mal praktek.
Selain itu juga penyelewengan kepercayaan investor, tidak adanya perlindungan hak nasabah atas aset yang dititipkan, penyalahgunaan dana oleh broker, penggunaan rekening nasabah yang tidak transparan, tindakan kekerasan dan pelecehan oleh debt collector, gaji dibawah upah minimum, mempekerjakan anak di bawah umur, perdagangan manusia, pencemaran lingkungan karena eksploitasi alam yang berlebihan.