WNI Ditembak di Malaysia, Migrant Watch: Bukti Kedua Negara Gagal Melindungi PMI

Ilustrasi penembakan.
Sumber :
  • ANTARA/Shutterstock.

Jakarta, VIVA – Seorang warga negara Indonesia (WNI) yang merupakan pekerja migran tewas ditembak di Perairan Tanjung Rhu, Malaysia. Peristiwa itu terjadi pada Jumat, 24 Januari 2025. Penembakan dilakukan oleh APMM (Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia).

Kementerian P2MI Telusuri Identitas 5 PMI yang Ditembak di Perairan Tanjung Rhu Malaysia

Dalam hal ini, Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan mengecam peristiwa penembakan tersebut. Ia menilai insiden tersebut terjadi karena kegagalan kedua negara (Indonesia-Malaysia) dalam membangun sistem tata kelola.

"Saya lebih memandang insiden ini sebagai bukti kegagalan sistem dibangun oleh kedua negara dalam menjalin kerja sama yang tidak melindungi hak asasi manusia. Kerja sama ketenagakerjaan antara Indonesia dan Malaysia selama ini hanyalah lip service, dan memiliki celah besar terjadinya permainan mafia penempatan," kata Aznil dalam pernyataannya pada Minggu, 26 Januari 2025.

Eks Pelatih Ganda Putra Indonesia Herry IP Bakal Tangani Malaysia

Aznil mengatakan, sistem tata kelola antara Indonesia dan Malaysia tidak mengakomodasi kebutuhan pasar kerja dan fakta di lapangan, terutama dalam mengakomodasi pekerja informal dan tradisional.

"Masih banyak warga Indonesia memilih berangkat ke Malaysia secara ilegal karena cepat dan mudah, begitu juga warga Malaysia masih banyak menerima pekerja ilegal karena lebih mudah dan murah. Berbeda dengan sistem penempatan yang ada sekarang, sangat rumit dan tidak memfasilitasi pasar kerja kedua negara yang begitu kompleks dan masih serba tradisional," jelasnya.

Kementerian P2MI Desak Pemerintah Malaysia Usut Tuntas Kasus Penembakan Pekerja Migran Indonesia

Aktivis 98 ini mendesak Pemerintah Malaysia dan Indonesia untuk mereview dan merumuskan sistem yang lebih adaptif dan mengakomodasi pasar kerja, agar tidak terus terulang tragedi kemanusiaan.

"Ini kan hukum supply and demand. Malaysia butuh, Indonesia butuh. Selama kedua negara belum membangun tata kelola yang sesuai dengan kenyataan di lapangan, sampai kiamat akan terus terjadi penembakan, penenggelaman kapal, dan pelanggaran kemanusiaan tragis lainnya," ungkapnya.

Aznil berharap kedua negara mempermudah dalam memfasilitasi terjalinnya antara pekerja dan majikan di sektor informal dan tradisional, karena faktor kedua negara memiliki persamaan bahasa dan budaya.

"Seperti syarat kompetensi dan kontrak kerja di sektor informal dan tradisional harus dipermudah, kecuali sistem itu sengaja dibuat rumit untuk menyuburkan mafia penempatan, serta mendukung praktik TPPO,” tegasnya.

Terlepas dari kegagalan sistem tersebut, Aznil menuntut peristiwa penembakan warga negara Indonesia oleh petugas APMM (Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia) harus ditindak.

"Demi HAM dan demi konstitusi Indonesia, wajib Pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk menindak penembakan kepada PMI unprosudural tersebut yang dilakukan oleh APMM. Mereka bukan teroris dan gembong narkoba, mereka itu hanya orang yang mencari nafkah untuk bertahan hidup. Mereka hanyalah korban dari sistem yang gagal," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, Wamen Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) Christina Aryani menjelaskan kronologi insiden tersebut dalam konferensi pers di Gedung Kementerian P2MI, Pancoran, Jakarta Selatan, pada hari Minggu, 26 Januari 2025.

"Kronologi kejadiannya berawal pada hari Jumat, 24 Januari 2025 pukul 03.00 pagi, di Perairan Tanjung Rhu, Malaysia. Di mana, saat itu patroli APMM tengah bertugas dan ada sebuah kapal yang ditumpangi atau diawaki oleh lima orang WNI Pekerjaan Migran Indonesia unprocedural," katanya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya