Perusahaan-perusahaan China Dikecam Karena Curi Teknologi AS
- Getty Images
Tiongkok, VIVA – Di era teknologi yang berkembang pesat, perebutan hak kekayaan intelektual (HKI) telah menjadi faktor kunci dalam dinamika perdagangan global. Pencurian rahasia dagang tidak hanya menyebabkan kerugian finansial bagi bisnis tetapi juga mengakibatkan ketegangan hubungan diplomatik antarnegara.
Dilansir The Hongkong Post, Sabtu 25 Januari 2025, kasus yang mendapat banyak perhatian baru-baru ini di pengadilan federal Chicago menyoroti masalah yang sedang berlangsung mengenai perusahaan-perusahaan China yang mencuri rahasia dagang dari perusahaan-perusahaan Amerika, dengan fokus khusus pada Hytera Communications, raksasa telekomunikasi China.
Dalam sebuah langkah penting, Hytera mengaku bersalah atas tuduhan mencuri teknologi radio dari Motorola Solutions, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai luasnya spionase industri dan implikasinya bagi kedua perusahaan dan perdagangan internasional.
Motorola Solutions, perusahaan telekomunikasi dan elektronik terkemuka Amerika, telah lama menjadi yang terdepan dalam pengembangan teknologi komunikasi radio. Teknologi ini digunakan di berbagai sektor, termasuk keselamatan publik, operasi pemerintah, dan industri komersial.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan tersebut telah menghadapi tantangan yang semakin besar dari rekan-rekannya di Tiongkok, khususnya Hytera Communications, yang berupaya memperluas kehadirannya di pasar komunikasi global. Hytera, yang didirikan pada tahun 1993, telah berkembang menjadi salah satu produsen radio dua arah dan peralatan komunikasi nirkabel terbesar.
Namun, keberhasilan perusahaan tersebut telah dirusak oleh tuduhan spionase industri, dengan berbagai tuduhan bahwa perusahaan tersebut mencuri teknologi hak milik dari pesaing. Kasus yang paling terkenal melibatkan Motorola Solutions, yang menuduh Hytera mencuri rahasia dagangnya terkait dengan teknologi radio seluler digital (DMR).
Pertarungan hukum antara kedua perusahaan dimulai pada tahun 2017 ketika Motorola mengajukan gugatan hukum yang menuduh Hytera telah mempekerjakan mantan karyawan Motorola yang memiliki akses ke informasi teknis rahasia. Motorola mengklaim bahwa karyawan ini mencuri rahasia dagang dan menggunakannya untuk membantu Hytera mengembangkan dan memasarkan produk pesaing.
Gugatan tersebut merupakan bagian dari tren yang lebih luas di mana perusahaan-perusahaan AS menuduh perusahaan-perusahaan China mengeksploitasi kelemahan dalam perlindungan kekayaan intelektual untuk mendapatkan keuntungan kompetitif yang tidak adil.
Pada bulan Januari 2025, Hytera Communications mengaku bersalah di pengadilan federal Chicago atas tuduhan berkonspirasi mencuri teknologi radio Motorola Solutions. Hal ini menandai perkembangan signifikan dalam sengketa hukum yang sedang berlangsung antara kedua perusahaan dan menggarisbawahi meningkatnya kekhawatiran atas pencurian kekayaan intelektual, khususnya dalam konteks hubungan AS-Tiongkok.
Sebagai bagian dari perjanjian pembelaan, Hytera mengakui bahwa pihaknya telah terlibat dalam upaya sistematis untuk mencuri teknologi milik Motorola dengan merekrut mantan karyawan Motorola yang memiliki akses ke informasi rahasia.Â
Para karyawan ini, pada gilirannya, memberikan Hytera data teknis sensitif, yang kemudian digunakan perusahaan untuk merekayasa ulang produk-produk Motorola. Teknologi yang dicuri itu digunakan untuk mengembangkan dan memasarkan radio yang bersaing langsung dengan produk Motorola, sehingga memungkinkan Hytera memperoleh pijakan signifikan di pasar global.
Pengakuan bersalah tersebut muncul setelah pertarungan hukum yang panjang hingga melibatkan persidangan juri pada tahun 2022, di mana tim hukum Motorola menghadirkan bukti yang menunjukkan bahwa Hytera telah mencuri ribuan dokumen dan berkas terkait teknologi milik Motorola.
Kasus tersebut juga mengungkap bahwa Hytera secara aktif berupaya menutupi tindakannya, termasuk menghapus berkas digital dan memalsukan dokumen untuk menyembunyikan tingkat pencurian. Sebagai hasil dari pengakuan bersalah tersebut, Hytera telah setuju untuk membayar penyelesaian yang substansial kepada Motorola, termasuk kompensasi finansial dan komitmen untuk berhenti menggunakan teknologi yang dicuri.
Akan tetapi, implikasi yang lebih luas dari kasus ini jauh melampaui penyelesaian finansial.
Hal ini merupakan contoh nyata bagaimana perusahaan-perusahaan Tiongkok dituduh terlibat dalam spionase industri untuk menyamakan kedudukan dengan perusahaan-perusahaan Barat, sering kali dengan dukungan insentif yang didukung negara dan kurangnya penegakan hukum yang kuat terhadap hukum kekayaan intelektual.
Pengakuan bersalah Hytera bukanlah insiden yang berdiri sendiri, tetapi bagian dari pola pencurian kekayaan intelektual yang jauh lebih besar oleh perusahaan China.Â
Selama bertahun-tahun, perusahaan-perusahaan AS telah mengajukan sejumlah tuntutan hukum terhadap perusahaan-perusahaan China, menuduh mereka mencuri rahasia dagang dan menggunakannya untuk mengembangkan produk pesaing. Kasus-kasus ini sering kali dikaitkan dengan kekhawatiran tentang persaingan tidak sehat, keamanan nasional, dan perlindungan kekayaan intelektual di dunia yang semakin mengglobal.
Pemerintah Cina telah lama dituduh menutup mata terhadap pencurian kekayaan intelektual, dan beberapa analis berpendapat bahwa pemerintah Cina bahkan secara tidak langsung mendukung praktik tersebut untuk meningkatkan daya saing perusahaan Cina di panggung global. Hal ini menyebabkan meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan China, dengan kedua belah pihak terlibat dalam perang dagang berisiko tinggi mengenai tarif, teknologi, dan akses pasar.
Pemerintah AS telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini, termasuk menerapkan kebijakan perdagangan yang lebih kuat dan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan Tiongkok. Salah satu contoh paling menonjol dari pendekatan ini adalah daftar hitam raksasa telekomunikasi China Huawei, yang dituduh mencuri rahasia dagang dari perusahaan-perusahaan Amerika dan menggunakan teknologinya untuk spionase.
AS juga mendesak sekutu-sekutunya untuk mengecualikan perusahaan-perusahaan China dari jaringan 5G mereka, dengan alasan risiko keamanan nasional yang terkait dengan pencurian kekayaan intelektual.
Meskipun ada upaya ini, masalah tetap ada, dengan perusahaan-perusahaan China terus menghadapi tuduhan mencuri rahasia dagang dari perusahaan-perusahaan AS. Hal ini menyebabkan perdebatan yang lebih luas mengenai perlunya perjanjian internasional yang lebih kuat untuk melindungi kekayaan intelektual dan mengekang spionase industri.
Beberapa ahli berpendapat bahwa kebangkitan ekonomi Tiongkok yang pesat sebagian didorong oleh pencurian rahasia dagang dari perusahaan-perusahaan Barat, dan bahwa tanpa penegakan hukum hak kekayaan intelektual yang lebih kuat, tren ini kemungkinan akan terus berlanjut.
Pengakuan bersalah oleh Hytera menyoroti risiko signifikan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan AS dalam melindungi kekayaan intelektual mereka di pasar global.
Pencurian kekayaan intelektual dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi bisnis, mulai dari kerugian finansial hingga kerusakan reputasi. Bagi perusahaan seperti Motorola, yang sangat bergantung pada teknologi hak milik untuk mempertahankan keunggulan kompetitif mereka, pencurian rahasia dagang dapat merusak kemampuan mereka untuk berinovasi dan bersaing secara efektif di pasar global.
Di luar dampak keuangan langsung, pencurian rahasia dagang juga memiliki implikasi yang lebih luas terhadap ekonomi global.
Kekayaan intelektual merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi, dan pencurian rahasia dagang dapat mendistorsi pasar dan menciptakan persaingan yang tidak seimbang.
Hal ini khususnya menjadi masalah dalam industri seperti telekomunikasi, di mana inovasi teknologi merupakan faktor krusial dalam mendorong pertumbuhan dan menjamin keamanan. Kasus Hytera dan Motorola juga menimbulkan pertanyaan tentang kecukupan kerangka kerja internasional saat ini untuk melindungi kekayaan intelektual.
Sementara negara-negara seperti Amerika Serikat telah menerapkan undang-undang untuk melindungi rahasia dagang, tidak ada standar universal untuk perlindungan IP, dan mekanisme penegakannya sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain. Kurangnya konsistensi ini telah memungkinkan perusahaan untuk mengeksploitasi celah hukum dan terlibat dalam kegiatan seperti pencurian rahasia dagang dengan impunitas relatif.
Menanggapi tantangan ini, beberapa ahli berpendapat bahwa kerja sama internasional sangat penting untuk mengatasi masalah pencurian kekayaan intelektual. Perjanjian multilateral, seperti Perjanjian tentang Aspek Perdagangan Terkait Hak Kekayaan Intelektual (TRIPS), dapat menyediakan kerangka kerja untuk perlindungan dan mekanisme penegakan yang lebih kuat.
Selain itu, perusahaan mungkin perlu berinvestasi lebih besar dalam keamanan siber dan tindakan lain untuk melindungi rahasia dagang mereka dari pencurian. Pengakuan bersalah Hytera di pengadilan federal Chicago menjadi pengingat nyata akan ancaman berkelanjutan yang ditimbulkan oleh pencurian kekayaan intelektual dalam perdagangan global.
Karena perusahaan-perusahaan Tiongkok terus menghadapi tuduhan pencurian rahasia dagang dari perusahaan-perusahaan AS, jelaslah bahwa perlindungan kekayaan intelektual telah menjadi isu krusial bagi dunia bisnis dan pemerintah. Kasus Hytera dan Motorola menyoroti meningkatnya kekhawatiran atas persaingan tidak sehat, keamanan nasional, dan perlunya perlindungan internasional yang lebih kuat untuk melindungi kekayaan intelektual.
Seiring terus berkembangnya ekonomi global, perebutan rahasia dagang akan tetap menjadi isu utama dalam persaingan yang sedang berlangsung antara AS dan China, dengan implikasi yang luas bagi masa depan perdagangan dan inovasi internasional.