Kabinet Israel Akan Setujui Gencatan Senjata dengan Hamas
- nbcnews.com
Tel Aviv, VIVA – Kabinet Keamanan Israel diperkirakan akan bertemu pada hari ini, 14 Januari 2025, untuk menyetujui perjanjian gencatan senjata di Gaza dan kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas.
Hal itu disampaikan oleh Otoritas Penyiaran Publik Israel, Kan, Senin 13 Januari 2025.
Kan mengatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sedang berupaya untuk memastikan bahwa Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, tidak menarik dukungan untuk pemerintah karena penentangannya terhadap kesepakatan tersebut.
"Risiko keruntuhan pemerintah sangat rendah karena Netanyahu memegang mayoritas yang jelas dalam koalisinya untuk menyetujui perjanjian tersebut, meskipun ada keberatan dari Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, yang telah menyebut kesepakatan tersebut sebagai bencana," menurut laporan Kan.
Kan juga menyarankan bahwa jika perkembangan berjalan cepat, Kabinet Keamanan dapat bertemu pada Selasa sore, diikuti oleh pertemuan pemerintah untuk menyelesaikan kesepakatan tersebut.
Melansir dari ANews, sementara itu, mayoritas luas dalam pemerintah mendukung perjanjian tersebut.
Menurut Channel 12, Partai Likud milik Netanyahu (18 anggota), Partai Shas (enam anggota), Partai Yudaisme Taurat Bersatu (dua anggota), dan Partai Persatuan Nasional (dua anggota) kemungkinan akan mendukung kesepakatan tersebut.
Sebaliknya, Partai Otzma Yehudit dan Partai Zionisme Religius (masing-masing tiga anggota) dilaporkan menentang kesepakatan tersebut.
Netanyahu dilaporkan bertemu dengan Smotrich pada hari Senin, dan menawarkan konsesi pada pembangunan permukiman Tepi Barat untuk mengamankan partisipasinya yang berkelanjutan dalam pemerintahan jika kesepakatan tersebut disetujui.
Sementara partai Smotrich mengumumkan penentangannya terhadap kesepakatan tersebut, partai tersebut pun mengancam akan mengundurkan diri dari koalisi jika kesepakatan tersebut disahkan.
Demikian pula, Ben-Gvir, yang memimpin Partai Otzma Yehudit, belum mengulangi ancamannya sebelumnya untuk meninggalkan pemerintahan atas masalah-masalah tersebut.