Bashar al-Assad Angkat Bicara Soal Pelariannya di Tengah Kejatuhan Damaskus
- Middle East Eye
Suriah, VIVA – Bashar al-Assad, presiden Suriah yang telah berkuasa selama lebih dari dua dekade, akhirnya meninggalkan negaranya setelah ibu kota Damaskus jatuh ke tangan kelompok oposisi bersenjata.
Dalam pernyataan tertulis pertamanya sejak peristiwa tersebut, Assad membantah kabar bahwa kepergiannya sudah direncanakan sebelumnya.
Pernyataan itu dirilis melalui saluran Telegram resmi kepresidenan Suriah pada Senin, 9 Desember 2024. Assad menjelaskan bahwa dirinya tetap berada di Damaskus dan menjalankan tugas hingga dini hari 8 Desember.
"Pertama, keberangkatan saya dari Suriah tidak direncanakan dan tidak terjadi pada jam-jam terakhir pertempuran, seperti yang diklaim beberapa pihak," kata pernyataan itu, dikutip dari Al Jazeera pada Selasa, 17 Desember 22
“Sebaliknya, saya tetap berada di Damaskus dan melaksanakan tugas saya hingga dini hari Minggu, 8 Desember 2024,” lanjut pernyataan tersebut.
Namun, ketika pasukan oposisi berhasil memasuki ibu kota, ia terpaksa pindah ke pangkalan militer Rusia di Latakia, sebuah kota di pesisir Suriah untuk mengawasi operasi militer.
Menurut Assad, situasi semakin memburuk ketika pangkalan tersebut diserang oleh drone dari pihak oposisi.
"Saat itu tidak ada jalan keluar yang aman dari pangkalan," ujarnya dalam pernyataan itu.
Atas permintaan Rusia, pihak militer mengatur evakuasi Assad dan keluarganya ke Moskow pada malam yang sama, tepat sehari setelah Damaskus jatuh.
Pasukan oposisi yang dipimpin oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), melancarkan serangan cepat dari wilayah Idlib di barat laut Suriah pada bulan November 2024.
Mereka bergerak dengan cepat, merebut kota demi kota dari pasukan pemerintah yang terlihat lemah dan tidak mampu memberikan perlawanan berarti.
Pada dini hari tanggal 8 Desember, pasukan oposisi akhirnya memasuki Damaskus. Kejatuhan Damaskus ini menandai berakhirnya lebih dari 50 tahun kekuasaan keluarga Assad di Suriah. Rezim Assad dikenal sebagai salah satu pemerintahan yang paling kuat dan otoriter di Timur Tengah.
Diketahui, Bashar al-Assad mulai berkuasa pada tahun 2000 setelah kematian ayahnya, Hafez al-Assad, yang memerintah Suriah sejak tahun 1971. Kekuasaan Assad mulai goyah ketika protes besar-besaran meletus di Suriah pada tahun 2011.
Protes ini muncul sebagai bagian dari gerakan "Musim Semi Arab" yang melanda banyak negara di Timur Tengah saat itu.
Awalnya, warga Suriah turun ke jalan untuk menuntut reformasi dan hak-hak demokrasi. Namun, pemerintah merespons dengan kekerasan, menembaki demonstran dan menangkap para aktivis. Situasi ini membuat protes damai berubah menjadi perang saudara yang berkepanjangan.
Selama lebih dari 13 tahun, perang di Suriah menewaskan ratusan ribu orang dan memaksa jutaan warga meninggalkan rumah mereka. Banyak organisasi hak asasi manusia menuduh pemerintah Assad melakukan pelanggaran serius, seperti serangan terhadap warga sipil, penyiksaan, dan penggunaan senjata terlarang.