Menlu Iran Bantah Dubesnya Bertemu Elon Musk Diam-diam

Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi memperingatkan AS bahwa negara tersebut akan bertanggung jawab atas kerugian apa pun yang mungkin dialami Iran jika mendukung serangan Israel yang telah diantisipasi.
Sumber :
  • ANTARA/Anadolu

Teheran, VIVA – Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi membantah adanya laporan terkait pertemuan Duta Besar Iran untuk PBB dan Elon Musk, pada Sabtu, 16 November 2024. Bantahan tersebut secara luas ditafsirkan sebagai reaksi terhadap serangan surat kabar garis keras Kayhan terhadap aparat kebijakan luar negeri untuk pertemuan tersebut.

Prabowo Jadi Tamu Kehormatan India Republic Day, Dubes Sandeep Temui Anindya Bakrie Bahas Persiapan

Dalam sebuah artikel berjudul “Pertemuan Rahasia dengan Perwakilan Trump: Kenaifan atau Pengkhianatan,” Kayhan menuduh kaum reformis Iran dan agen perang Barat melawan Iran meletakkan dasar untuk negosiasi dengan Amerika Serikat.

VIVA Militer: Ilustrasi perseteruan Amerika Serikat (AS) dan Iran

Photo :
  • The Indian Express
Mantan Presiden Iran Marah UU Penggunaan Hijab Ditunda

Melansir dari Iran International, Selasa, 19 November 2024, media tersebut juga menyebut pejabat yang bertemu dengan Elon Musk merupakan “rezim teroris."

Surat kabar tersebut dibiayai oleh kantor Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei dan diawasi oleh kaum garis keras Hossein Shariatmadari, seorang yang ditunjuk oleh Khamenei yang dianggap oleh kaum reformis sebagai musuh bebuyutan mereka.

Usai Bombardir Suriah, Militer Israel Segera Gempur Situs Nuklir Iran

“Yang terhormat Bapak Araghchi, sikap rakyat (Iran) seharusnya menjadi tolok ukur Anda, bukan tajuk utama surat kabar Kayhan,” tulis Mohammad-Ali Abtahi, mantan wakil presiden reformis, pada hari Minggu, 17 November 2024.

Abtahi mengkritik aparat kebijakan luar negeri karena tetap bungkam selama hampir tiga hari tentang pertemuan tersebut. Pertemuan itu juga menjadi sebuah topik yang dibahas secara luas oleh sebagian orang dan disebut sebagai langkah potensial menuju pelonggaran sanksi AS.

Ia mencatat bahwa para pejabat hanya mengeluarkan bantahan setelah Kayhan melancarkan serangannya terhadap langkah tersebut. “Tetaplah setia menjadi menteri luar negeri Pezeshkian dan rakyat,” tulis Abtahi.

Dia pun mendesak Araghchi untuk tidak membentuk posisinya berdasarkan reaksi dari para garis keras. 

“Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada pemerintah yang menyesuaikan dan mengumumkan posisi, konfirmasi, dan penyangkalannya berdasarkan ancaman dan serangan media massa dan kelompok-kelompok penekan,” ujar Hossein Selahvarzi, mantan presiden Kamar Dagang Iran dalam sebuah tweet 

Laporan pertemuan langka tersebut disambut tidak hanya oleh media reformis, salah satu media bahkan menjulukinya sebagai 'saluran Elon' dan beberapa konservatif moderat.

"Pertemuan itu dapat menandai dimulainya jalur baru dalam kebijakan luar negeri negara kita," tulis surat kabar konservatif Jomhouri Eslami pada hari Sabtu.

Dalam wawancara langsung yang disiarkan di televisi pemerintah Sabtu malam, Araghchi membantah laporan tentang pertemuan antara Duta Besar Amir-Saeid Iravani dan penasihat Trump Elon Musk.

Pertemuan itu pertama kali dilaporkan oleh The New York Times pada hari Kamis, 14 November 2024, dan kemudian dikuatkan, dengan sedikit variasi, oleh Associated Press dan CBS News.

Menteri luar negeri Iran menyebut laporan itu sebagai skenario yang dibuat-buat, yang mungkin ditujukan untuk menguji reaksi Iran.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei telah dengan tegas membantah pertemuan itu dalam wawancara eksklusif singkat dengan kantor berita resmi IRNA pada hari Sabtu sebelumnya.

Elon Musk di Pembukaan World Water Forum ke-10.

Photo :
  • Pusat Media Forum Air Dunia 2024/Aprillio Akbar/nym/mif.

Baik Musk maupun tim Presiden terpilih Donald Trump tidak mengomentari pertemuan itu.

Kritikus skeptis dari seluruh spektrum politik berpendapat, bahwa ini adalah bukti bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi dan penyangkalan dari Kementerian Luar Negeri tidak dapat dipercaya.

"Publik memiliki hak untuk menduga bahwa pertemuan itu memang terjadi, tetapi dimaksudkan untuk tetap dirahasiakan, tetapi juru bicara Kementerian Luar Negeri kami membantahnya hanya karena pihak Amerika mengeluhkan kebocoran tersebut," cuit Mehdi Ghasemzadeh, seorang komentator garis keras dan aktivis media sosial.

Ia juga berpendapat bahwa penundaan dalam membantah laporan New York Times telah membantu membangun "narasi media Amerika" tentang masalah tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya