Negara Asia Dinilai Punya Peran Penting dalam Kesetaraan Negosiasi WHO Pandemic
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Jakarta, VIVA – Kampanye global Save Our Society (SOS), AIDS Healthcare Foundation (AHF) Indonesia menekankan peran penting negara-negara Asia dalam memperjuangkan keadilan dan kesetaraan dalam negosiasi-negosiasi WHO Pandemic Agreement yang mendekati akhir.
Dengan pengalaman langsung terkait dampak pandemi COVID-19, dan tantangan-tantangan dalam mengamankan vaksin serta komoditas penyelamat kehidupan lainnya, Asia harus berusaha membentuk kerangka kerja yang mendesentralisasi pendekatan terhadap kesiapsiagaan dan respon pandemi demi melindungi semua negara.
Kemajuan ekonomi dan teknologi Asia memposisikan kawasan ini secara unik untuk memperjuangkan kerangka kerja yang adil dan akan menguntungkan wilayah tersebut, serta negara-negara berpenghasilan rendah di seluruh dunia.
Kemampuan manufaktur yang ada di Asia dan juga kemitraan lintas batas dalam The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN,) dianggap dapat menawarkan kesempatan untuk meningkatkan ketahanan kesehatan di seluruh negara- negara Asia dan negara-negara Global South.
“Pandemi COVID-19 memperlihatkan kesenjangan kritis dalam akses layanan kesehatan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana akses terhadap vaksin dan pasokan penyelamat kehidupan tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara kaya atau maju," kata Country Program Manager AHF Indonesia, Asep Eka Nurhidayat dalam keterangannya pada Minggu, 10 November 2024.
Dengan memajukan produksi yang terdesentralisasi dan menerapkan berbagi teknologi, kata dia, Asia dapat memimpin upaya menuju kerangka kesehatan global yang lebih adil dan lebih siap. Melalui komitmen bersatu untuk kesetaraan berkeadilan, menurut Asep, dapat menciptakan Pandemic Agreement yang tidak hanya melayani Asia, tetapi juga membangun ketahanan untuk semua negara dan memastikan tidak ada wilayah yang dibiarkan rentan dalam krisis di masa depan.
Selain itu, para advokat SOS juga mendesak agar pandemic agreement yang baru mencakup:
• Kapasitas Produksi Regional (Regional Production Capacity)
Mekanisme konkret untuk memfasilitasi produksi vaksin lokal, diagnostik, dan therapeutics di negara-negara south global. Hal ini memerlukan peta jalan yang mengikat transfer pengetahuan, teknologi, dan pembiayaan berkelanjutan jangka panjang, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 9, 10, dan 11 dari rancangan pandemic agreement ini.
• Transfer Teknologi (Technology Transfer)
Ketentuan yang dapat dipaksakan untuk memastikan bahwa transfer teknologi tidak dibatasi pada syarat sukarela dan yang disepakati bersama, tetapi memberikan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC) fleksibilitas yang sama seperti negara kaya. Misalnya Amerika Serikat, yang dapat menggunakan cara non-sukarela dan langkah-langkah tambahan untuk mengatasi keadaan darurat kesehatan masyarakat dan krisis lainnya.
• Pembiayaan Berkelanjutan (Sustainable Financing)
Perjanjian tersebut harus menjamin komitmen finansial jangka panjang yang mengikat negara-negara berpenghasilan tinggi untuk mendukung kesiapsiagaan dan respon pandemi bagi negara-negara LMIC. Kontribusi suka rela (voluntary contribution) saja tidak akan cukup, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 20.
• Partisipasi Masyarakat Sipil (Civil Society Participation)
Efektivitas tata kelola kesehatan global kini mengakui peran penting masyarakat sipil dan non-state actors lainnya dalam proses pengambilan keputusan, mengadopsi model tata kelola yang memasukkan partisipasi penting dan dapat meningkatkan legitimasi, memperkuat akuntabilitas, dan mengubah arsitektur keamanan kesehatan global menjadi sistem yang lebih adil dan efektif untuk mencegah, mempersiapkan, dan merespon ancaman kesehatan global dengan lebih baik.
Saat negosiasi pandemic agreement mencapai titik kritis, AHF menghimbau negara- negara Asia untuk mendukung perjanjian, yang berarti banyak dan dapat memaksa promosi kesetaraan kesehatan masyarakat serta membangun masa depan yang siap dan tangguh.