Deretan Alasan Kamala Harris Kalah dari Trump di Pemilu AS 2024
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Amerika Serikat, VIVA – Kekalahan Kamala Harris dari Donald Trump dalam Pemilu AS 2024 telah mengejutkan banyak pihak, terutama para pendukung Demokrat. Sebagai Wakil Presiden AS, Harris memiliki dukungan awal yang kuat. Namun, beberapa faktor penting menyebabkan dirinya gagal meyakinkan para pemilih untuk memilihnya. Dilansir dari BBC US, berikut adalah beberapa alasan utama yang diperkirakan menjadi penyebab kekalahannya.
Terikat dengan Rekam Jejak Joe Biden
Sebagai Wakil Presiden, Harris kesulitan untuk memisahkan dirinya dari kebijakan dan keputusan Presiden Joe Biden, yang saat itu tidak terlalu populer di mata publik. Sepanjang masa jabatannya, tingkat persetujuan Biden hanya sekitar 40%, dan mayoritas warga AS merasa negara mereka berada di jalur yang salah.Â
Meskipun Harris mencoba memposisikan dirinya sebagai pemimpin baru, seringkali terjebak dalam bayang-bayang Biden. Ia tidak sepenuhnya mengambil jarak dari kebijakan Biden yang dianggap gagal, tetapi juga tidak secara tegas menyatakan perbedaan sikap yang kuat untuk memperbaiki masalah tersebut. Hal ini menyulitkan Harris untuk menunjukkan bahwa ia membawa perubahan yang dibutuhkan.
Kampanye yang Tidak Fokus pada Masalah Utama Rakyat
Di tengah kekhawatiran besar warga AS tentang ekonomi, harga-harga yang meningkat, dan ketidakpastian finansial, Kamala Harris dianggap gagal memberikan solusi yang meyakinkan. Banyak pemilih yang berharap Harris memiliki rencana konkret untuk menangani permasalahan ekonomi.Â
Sayangnya, ia terlihat ragu-ragu dalam menawarkan solusi langsung, khususnya mengenai kenaikan biaya hidup yang semakin menekan masyarakat kelas pekerja. Menurut survei, tiga dari sepuluh pemilih merasa kondisi finansial keluarga mereka memburuk, dan sembilan dari sepuluh pemilih sangat khawatir tentang harga kebutuhan pokok yang naik.
Gagal Menggaet Basis Pemilih yang Kuat
Harris berharap dapat menarik dukungan dari basis pemilih Demokrat yang mendukung Biden pada 2020, termasuk pemilih kulit hitam, Latino, pemilih muda, serta pemilih di wilayah pinggiran kota yang berpendidikan tinggi. Namun, exit poll menunjukkan ia kehilangan dukungan di beberapa kelompok ini.Â
Harris mengalami penurunan dukungan sebesar 13 poin di kalangan pemilih Latino, dua poin dari pemilih kulit hitam, dan enam poin dari pemilih di bawah usia 30 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok-kelompok kunci ini merasa kurang terwakili atau tidak cukup termotivasi untuk mendukungnya.
Strategi Menyerang Trump yang Kurang Efektif
Selama kampanyenya, Harris berupaya menggambarkan Trump sebagai ancaman bagi demokrasi AS. Ia mengkritik Trump sebagai pemimpin yang "tidak stabil" dan "tidak waras," dengan tujuan mengingatkan pemilih tentang masa lalu kontroversial Trump. Namun, pendekatan ini justru kurang efektif, karena para pemilih yang sudah mengenal Trump lebih ingin mengetahui apa rencana spesifik Harris jika terpilih. Beberapa ahli menyatakan bahwa Harris terlalu banyak fokus menyerang Trump ketimbang menyampaikan visinya sendiri.