Trump atau Harris, Siapa yang Akan Lebih Menguntungkan bagi Tiongkok?
- kolase foto
Washington, VIVA – Pemungutan suara pemilu AS yang dijadwalkan pada Selasa, 5 November 2024, menjadi momen penting yang tidak hanya diperhatikan oleh warga Amerika tetapi juga oleh negara-negara besar, termasuk China atau Tiongkok.
Persaingan antara calon dari Partai Demokrat dan Partai Republik ini menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang akan lebih menguntungkan bagi kebijakan luar negeri China dan hubungan kedua negara di masa mendatang.
Meskipun Presiden Xi Jinping hingga saat ini belum memberikan pernyataan terbuka kepada salah satu kandidat, hubungan antara AS dan Tiongkok selama ini penuh dengan ketegangan, terutama sejak kebijakan perdagangan keras yang dimulai oleh mantan presiden Donald Trump.
Selama masa jabatan Trump, perang dagang dengan Tiongkok menjadi salah satu isu yang cukup panas, di mana AS memberlakukan tarif pada impor China senilai $250 miliar pada 2018.
Kebijakan ini tidak dibiarkan tanpa respons oleh Tiongkok, negeri tirai bambu itu kemudian membalas dengan tarif pada impor AS senilai $110 miliar.
Meski hubungan dagang sempat memburuk, Trump selalu menyoroti kedekatannya dengan Xi Jinping, bahkan setelah insiden upaya pembunuhan terhadap dirinya pada Juli lalu. Trump mengklaim Xi menulis surat yang penuh empati terkait kejadian tersebut.
Sementara itu, Demokrat, yang dipimpin oleh Joe Biden, tetap mempertahankan sebagian besar kebijakan tarif Trump terhadap Tiongkok ketika mengambil alih pemerintahan.
Bahkan, pada September tahun ini, Biden kembali menaikkan tarif pada beberapa produk buatan Tiongkok, menegaskan sikap keras Amerika terhadap dominasi ekonomi Tiongkok di pasar global.
Dilansir Al Jazeera, diperkirakan jika Harris terpilih, kebijakan ini tidak akan berubah drastis, mengingat konsistensi yang telah ditunjukkan Demokrat dalam mempertahankan tekanan terhadap Tiongkok.
Kendati demikian, di balik layar, ada indikasi pejabat Tiongkok mungkin lebih condong pada kemenangan Harris dibandingkan Trump.
Hal ini disampaikan oleh beberapa pakar hubungan internasional seperti yang dilansir NBC News yang melihat bahwa pemerintahan Demokrat lebih dapat diajak bernegosiasi dibandingkan pendekatan frontal Trump yang dianggap seringkali sulit untuk ditoleransi oleh para pejabat Beijing.
Sehingga Tiongkok lebih memilih Harris sebagai pemimpin AS berikutnya, mencerminkan sikap yang sama dengan negara-negara lain seperti Iran yang juga berharap pada pergantian kepemimpinan di Washington.
“Ironisnya, Xi mungkin menginginkan Harris, seperti halnya Iran,” kata Mantan dekan Sekolah Studi Internasional di Universitas Pekin, Ash.
Hasil pemilu ini akan menentukan bagaimana Tiongkok akan mengarahkan kebijakan luar negeri dan strategi ekonominya di tengah tekanan internasional yang semakin meningkat.