Netanyahu Diduga Terlibat Skandal Kebocoran Data Intelijen Israel
- Facebook/The Prime Minister of Israel
Tel Aviv, VIVA – Surat kabar Israel Haaretz menerbitkan skandal keamanan yang melibatkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu atas penunjukan seorang juru bicara yang ikut serta dalam "sesi keamanan sensitif." Diketahui, pelibatan juru bicara Netanyahu dianggap ilegal karena belum lulus izin keamanan.
Selain itu, dilaporkan pada Jumat, 1 November 2024, juru bicara Netanyahu membocorkan informasi dan dokumen, beberapa di antaranya hanyalah kebohongan tentang mantan kepala biro politik kelompok Palestina Hamas, Yahya Sinwar ke surat kabar asing, sementara dokumen lainnya berisi materi keamanan yang serius dan sensitif.
Surat kabar tersebut mencatat bahwa dapat dipastikan jubir Netanyahu ini berpartisipasi dalam konsultasi keamanan tertutup dan sensitif serta terus menerima informasi rahasia, termasuk transkrip rapat kabinet.
Saluran 7 Israel mengatakan bahwa sensor militer telah memberlakukan larangan penerbitan terkait masalah atau skandal ini, sementara Netanyahu menuntut pencabutan larangan penerbitan dengan alasan keinginan untuk transparansi.
Saluran tersebut juga mengonfirmasi bahwa juru bicara Netanyahu tidak memiliki izin keamanan apa pun.
Surat kabar berbahasa Ibrani Israel, Israel Hayom, melaporkan pada Jumat bahwa arahan Kementerian Dalam Negeri mencakup penghentian kerja sama dengan Haaretz karena pernyataan penerbitnya, Amos Schocken.
Kementerian tersebut menuntut permintaan maaf dari Schocken atas deskripsinya tentang warga Palestina.
Pada konferensi pers berikutnya, Schocken menyatakan penyesalannya atas komentarnya.
"Saya telah mempertimbangkan kembali kata-kata saya. Mengenai Hamas, mereka bukanlah pejuang kebebasan," katanya, dikutip dari ANews, Senin, 4 November 2024.
Dalam sambutannya, Schocken mengkritik pemerintahan Netanyahu, dengan mengatakan bahwa pemerintahan tersebut tidak peduli untuk memaksakan rezim apartheid yang kejam terhadap penduduk Palestina.
Pemerintahan itu pun mengabaikan biaya yang harus dikeluarkan kedua belah pihak untuk mempertahankan permukiman, sementara memerangi pejuang kebebasan Palestina, yang oleh Israel disebut sebagai teroris.
Schocken menyebut situasi di Gaza sebagai "Nakba kedua" atau "Bencana," mengacu pada pemindahan dan perampasan massal warga Palestina pada tahun 1948, ketika Israel didirikan, dan menyerukan sanksi terhadap Israel dengan mengatakan bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk mencapai negara Palestina.
Menyusul pernyataan Schocken, Kementerian Kebudayaan dan Olahraga Israel mengumumkan bahwa mereka akan segera menghentikan semua iklan dan kolaborasi dengan Haaretz.
Sebagai informasi, Israel terus melancarkan serangan dahsyat di Gaza sejak serangan Hamas Oktober lalu, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.
Lebih dari 43.300 orang telah tewas sejak saat itu, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, dan lebih dari 102.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.