Seminggu Sebelum Pemilu, Kamala Harris Sindir Trump Sosok Tak Stabil dan Terobsesi Kekuasaan

Kamala Harris dan Donald Trump
Sumber :
  • kolase foto

Washington, VIVA – Calon presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris mengolok capres dari Partai Republik Donald Trump yang memiliki obsesi untuk balas dendam dan tidak stabil secara mental. Hal itu disampaikan Harris dalam pidatonya yang berapi-api, pada Selasa, 29 Oktober 2024, di Gedung Capitol AS.

AS Beri Peringatan Keras ke Israel Terkait UU Larangan UNRWA Beroperasi di Palestina

"Dia adalah seseorang yang tidak stabil, terobsesi dengan balas dendam, dan menginginkan kekuasaan yang tidak terkendali," kata Harris, dikutip dari The Sundaily, Rabu, 30 Oktober 2024.

"Tetapi Amerika, saya di sini malam ini untuk mengatakan: (kita) bukan seperti itu," kata Harris kepada kerumunan besar pendukung yang mengibarkan bendera di depan latar belakang Gedung Putih yang megah di Washington.

Donald Trump Sebut Istri Barack Obama 'Wanita Jahat'

Wakil Presiden AS Kamala Harris (Doc: The New Arab)

Photo :
  • VIVA.co.id/Natania Longdong

Kampanye tersebut mengklaim 75.000 orang menghadiri rapat umum tersebut, yang diadakan kurang dari seminggu sebelum hari pencoblosan pada 5 November.

Istana Buat Akun IG Resmi Presiden Republik Indonesia, Postingan Pertama Prabowo Ucapkan Janji

Pilihan tempat kampanye, dengar latar belakang Gedung Putih yang menyala di malam hari merupakan promosi simbolis untuk menunjukkan Harris siap untuk jabatan presiden.

Berbicara dari balik layar antipeluru di samping tanda biru bertuliskan "Kebebasan," Harris berjanji untuk menjadi presiden untuk semua warga Amerika, tidak seperti Trump, yang ia tuduh ingin memenjarakan musuh-musuhnya.

Dan meskipun pidatonya dimulai dengan celaan dramatis terhadap perilaku Trump, Harris segera beralih ke ringkasan rencana terperincinya untuk membantu warga Amerika kelas menengah yang sedang kesulitan keuangan.

Harris juga mendapat salah satu sorakan terbesar ketika ia merujuk pada upaya Partai Republik untuk membatasi aborsi, dengan mengatakan "pemerintah seharusnya tidak memberi tahu wanita apa yang harus dilakukan dengan tubuh mereka."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya