Filipina Tidak Akan Ekstradisi Pendeta yang Lakukan TPPO dan Pelecehan Seksual

Pendeta Apollo Quiboloy (Doc: India Today)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Natania Longdong

Manila. VIVA – Presiden Filipina, Ferdinand Marcos tidak akan mengekstradisi seorang pendeta Filipina yang paling dicari karena keterlibatannya atas perdagangan seks anak di Amerika Serikat (AS).

2 Pelaku Perdagangan Orang ke Laos Ditangkap di Aceh, Modusnya Begini

Apollo Quiboloy, yang menyatakan diri sebagai "Anak Tuhan yang Ditunjuk" sekaligus sekutu dari mantan presiden Rodrigo Duterte, menyerahkan diri di kota selatan Davao pada hari Minggu, 8 September 2024.

Ilustrasi tahanan diborgol

Photo :
  • ANTARA FOTO
Rupiah Menguat ke Level Rp 16.180 per Dolar AS

AS mendakwa pendeta Kerajaan Yesus Kristus pada tahun 2021 dengan tuduhan perdagangan seks terhadap gadis dan wanita berusia 12-25 tahun, untuk bekerja sebagai asisten pribadi, yang diduga diminta untuk berhubungan seks dengannya.

"Saat ini, kami tidak mempertimbangkan ekstradisi. Kami fokus pada kasus-kasus yang diajukan di Filipina," kata Marcos kepada wartawan di sela-sela konferensi di Manila, dikutip dari India Today, Senin, 9 September 2024.

Trump Ancam Ambil Alih Terusan Panama Buntut Tarif Tinggi, Presiden Mulino Ngamuk

Selain itu, tidak diketahui apakah Amerika Serikat telah secara resmi meminta ekstradisi Quiboloy.

Quiboloy, yang sektenya mengklaim memiliki jutaan pengikut, menghadapi tuduhan di Manila atas pelecehan anak, pelecehan seksual, dan perdagangan manusia.

Marcos juga mengucapkan selamat kepada polisi karena telah menangkap pendeta tersebut.

"Kami akan menunjukkan sekali lagi kepada dunia bahwa sistem peradilan kami di Filipina aktif, bersemangat, dan bekerja dengan baik," ucap presiden.

Ilustrasi perdagangan manusia/TPPO.

Photo :
  • http://www.tillhecomes.org

Quiboloy juga dicari oleh otoritas AS atas penyelundupan uang tunai dalam jumlah besar dan skema yang membawa anggota gereja ke Amerika Serikat menggunakan visa yang diperoleh secara curang atau ilegal.

Mereka kemudian dipaksa untuk meminta sumbangan untuk badan amal palsu, mengumpulkan dana yang malah digunakan untuk membiayai operasi gereja dan gaya hidup mewah para pemimpinnya, menurut Biro Investigasi Federal AS.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya