Cerita Mark Zuckerberg Diintimidasi Pemerintahan Joe Biden saat COVID-19
- Istimewa
Washington, VIVA – CEO Meta, Mark Zuckerberg menuduh pemerintahan Joe Biden, yang dengan sengaja menekannya untuk menyensor konten COVID-19 tertentu selama pandemi, termasuk humor dan satir.
Dalam suratnya kepada Ketua Komite Kehakiman DPR Jim Jordan, Zuckerberg menyatakan penyesalannya karena tidak lebih vokal tentang pengaruh pemerintah terhadap moderasi konten.
Zuckerberg menulis bahwa pejabat senior Biden telah berulang kali menekan tim Meta selama berbulan-bulan untuk membatasi atau menghapus konten terkait COVID-19 tertentu.
Ia menggambarkan tekanan pemerintah itu "salah" dan menekankan komitmen Meta untuk tetap "netral" secara politik dalam siklus pemilihan mendatang.
"Kami siap untuk melawan jika hal seperti ini terjadi lagi," kata Mark Zuckerberg, dikutip dari Saudi Gazatte, Rabu, 28 Agustus 2024.
Dalam surat itu, Bos Meta itujuga mengumumkan bahwa ia tidak akan berkontribusi pada dukungan infrastruktur elektoral melalui Chan Zuckerberg Initiative pada siklus ini.
Diketahui, sumbangannya sebelumnya, yang jumlahnya lebih dari US$ 400 juta (Rp 6,1 triliu), dimaksudkan untuk membantu yurisdiksi pemilihan lokal selama pandemi, tetapi dikritik karena berpotensi menguntungkan satu pihak daripada pihak lain.
"Tujuan saya adalah bersikap netral dan tidak memainkan peran apa pun," ujar Zuckerberg.
Pengungkapan dari Zuckerberg ini muncul di tengah perdebatan yang lebih luas mengenai keseimbangan antara kebebasan berbicara dan keamanan daring.
Terlebih baru-baru ini terjadi penangkapan CEO Telegram, Pavel Durov di Prancis atas dugaan kegagalan moderasi dan kritik berkelanjutan dari mantan Presiden Donald Trump. Mantan presiden AS itu juga sebelumnya menuduh platform media sosial menyensor suara sayap kanan dan memperingatkan konsekuensi berat jika terpilih kembali.
Terkait dengan semua tuduhan Mark Zuckerberg, Gedung Putih belum menanggapi tuduhan tersebut.
Zuckerberg juga mengkritik keputusan Meta untuk sementara menurunkan peringkat berita New York Post tentang laptop Hunter Biden sebelum pemilihan 2020, menyusul peringatan FBI tentang potensi kampanye disinformasi Rusia.
Ia mencatat bahwa berita itu ternyata bukan disinformasi, yang mencerminkan keputusan moderasi perusahaan di masa lalu.